(Bagian 2)
Orang-orang mulai merasa tercekik.
Terlepas dari emosi yang bisa dirasakan dari punggungnya, semua orang tahu berapa banyak yang dipertaruhkan dalam pertarungan ini.
Dan sekarang semua sudah sampai pada tahap ini, semua pertarungan sebelumnya tampak seperti permainan anak-anak.
Di satu sisi, ada Tetua Wudang, Heo Gong.
Dan di sisi lain, ada bintang baru terbaik di dunia dan pedang terbaik Gunung Hua, Chung Myung.
Terlepas dari apakah mereka adalah lawan yang cocok atau tidak, ini adalah pertandingan yang ingin dilihat oleh siapa pun setidaknya sekali seumur hidup.
Hasil dari pertandingan ini akan menyebabkan kegemparan yang lebih besar di dunia dibandingkan dengan pertandingan yang pernah diikuti oleh Gunung Hua di luar gunung asalnya.
“Sahyung.” –panggil Baek Sang
Baek Sang bertanya dengan suara yang sedikit bergetar.
“Bisakah dia menang?” –tanya Baek Sang
Baek Chun ragu-ragu untuk berbicara tapi ia berhasil mengatakannya.
“Masuk akal kalau dia merasa kesulitan….” –ucap Baek Chun
“Seperti yang diharapkan, ya?” –ucap Baek Sang
“…….”
Di mata Baek Sang, Chung Myung adalah pria yang seperti monster.
Bahkan Baek Chun dan Yoo Iseol, yang telah melampaui dari sekedar jenius Gunung Hua dan memasuki dunia pendekar pedang terbaik di dunia, masih tak ada bedanya dengan anak kecil di hadapan Chung Myung.
Tapi …….
‘Tidak peduli apapun, lawannya tetaplah seorang Tetua Wudang ….’ –batin Baek Sang
Pendapat ini tidak hanya dipikirkan oleh Baek Sang, tapi juga oleh murid-murid Gunung Hua yang lain.
Kalah melawan Tetua Wudang tidak akan melukai harga diri seorang murid kelas tiga biasa. Tapi karena dia memiliki harga diri yang tinggi, tidak aneh jika dia merasa begitu.
Ada suara ringan yang melintas di telinga Baek Sang saat ia menatap Chung Myung dengan tatapan khawatir.
“Jadi, secara logika, seharusnya memang begitu.” –ucap Baek Chun
“… Ya?” –sahut Baek Sang
Ada ekspresi yang aneh di wajah Baek Chun.
“Tapi apa dia terlihat seperti dia bisa berpikir dengan akal sehatnya?” –ucap Baek Chun
Anggota Lima Pedang yang lain mengangguk dan menambahkan ucapan Baek Chun.
“Aku tidak bisa membayangkan dia kalah sama sekali.” –ucap Yoon Jong
“Menurut kalian siapa yang lebih kuat? Seol Chonsang atau Tetua yang bernama Heo Gong itu?” –tanya Jo-Gol
“……uhmm, aku tidak yakin setelah kau menyebutkannya.” –ucap Jo-Gol
“Aku rasa dia tidak akan kalah.” -ucap Yoo Iseol
“Aku juga tidak.” –ucap Baek Chun
Wajah Baek Sang menjadi aneh saat mendengar percakapan mereka.
“Apa kalian sudah gila? Lawannya adalah Tetua Wudang.” –ucap Baek Sang
“Aku tahu apa yang kau katakan. Aku tahu …….” –ucap Baek Chun
Baek Chun menggelengkan kepalanya seakan tercengang dengan kata-katanya sendiri.
“Aku tahu. Lawannya adalah Tetua Wudang. Jadi ini tidak masuk akal…” –ucap Baek Sang
Kemudian dia menghela nafas dalam-dalam.
“Tapi apa yang bisa kita lakukan? Aku tidak bisa membayangkan orang itu kalah.” –ucap Baek Sang
Baek Sang menatap Baek Chun dengan tatapan kosong. Tak peduli seberapa sering ia menatapnya, wajah Baek Chun tak menunjukkan tanda-tanda bercanda.
Di mata Baek Sang yang melihat sekeliling dengan panik dalam keheningan, ada satu orang yang bisa melihat situasi ini dengan obyektif.
“Biksu, Biksu Hye Yeon. Tolong katakan sesuatu.” –ucap Baek Sang
“……Amitabha.” –lantut Hye Yeon
Hye Yeon mengambil posisi Banzhang dan membuka mulutnya dengan nada serius.
“Pedang Wudang sangat kuat. Terlebih lagi, jika dia adalah Tetua Wudang, hanya orang-orang yang bisa mencapai langit dapat bertanding dengan mereka.” –ucap Hye Yeon
“Y- Ya.” –sahut Baek Sang
“Dengan demikian itu akan menjadi pertandingan yang bagus.” –ucap Hye Yeon
“…….”
Mulut Baek Sang perlahan-lahan ternganga.
‘Apa kalian semua sudah gila, serius?’ –batin Baek Sang
Lawannya adalah Tetua dari Wudang itu, sekte pedang terbaik di dunia.
Chung Myung dikatakan sebagai monster yang melampaui generasi dan usia, tapi ini sama sekali tidak masuk akal.
Baek Chun diam-diam memperhatikan Baek Sang, yang terdiam.
Kalau dipikir-pikir, mereka belum pernah melihat pedang Chung Myung sejak Kompetisi Beladiri.
Bahkan selama pertempuran sengit dengan Myriad Man House, Chung Myung bertempur di tempat di mana tidak ada orang lain yang bisa melihatnya, dan mereka tidak pergi bersama mereka ke Laut Utara.
Setidaknya, mereka mungkin telah melihatnya dalam pertempuran baru-baru ini dengan Daebyeolchae, tetapi mereka mungkin tidak melihatnya dengan baik karena mereka sendiri berada di tengah-tengah pertempuran.
Selain itu, ada kesenjangan yang tidak dapat dijembatani antara Chaeju Daebyeolchae dan Tetua Wudang. Martabat yang melampaui kemampuan seseorang itu berbeda.
Mereka pasti menilai kemampuan Chung Myung di level tertinggi di antara para bintang yang sedang naik daun. Paling-paling, mereka mungkin berpikir dia sedikit lebih baik dari Hye Yeon.
Baek Chun sedikit mengernyit dan mengucapkan kata-kata yang tidak ingin ia ucapkan.
“Perhatikan dia, semuanya.” –ucap Baek Chun
“… Ya?” –sahut para murid
“Meskipun kepribadiannya seperti preman.” –ucap Baek Chun
Lima Pedang menambahkan seolah-olah menunggu.
“Tidak, dia seperti binatang buas.” –sambung Baek Chun
“Lebih baik kau minta maaf pada semua binatang, karena mereka masih lebih baik daripada dia…” –ucap Yoon Jong
“…….”
Baek Chun terbatuk pelan dan melanjutkan.
“Bagaimanapun juga, meskipun begitu, itu adalah fakta bahwa dia adalah pedang terbaik di Gunung Hua. Perhatikan baik-baik pedang seperti apa yang seharusnya kalian kejar.” –ucap Baek Chun
Pada saat itu, murid-murid Gunung Hua berhenti mengobrol dan fokus pada Chung Myung, yang melangkah ke atas panggung. Mata mereka dipenuhi dengan harapan dan kegembiraan yang aneh.
“Naga Gunung Hua.” –gumam Mu Jin
Sementara itu, Mu Jin menggigit bibirnya saat melihat Chung Myung di atas panggung.
Chung Myung tampaknya tidak banyak berubah.
Meskipun dia tampak tumbuh sedikit lebih tinggi dan lebih besar, ekspresi dan gerak tubuhnya yang tenang tetap sama seperti saat Mu Jin melihatnya terakhir kali.
Saat dia mengalami kekalahan yang kejam.
Pria itu tidak berubah, tetapi status Chung Myung tidak sebanding dengan sebelumnya. Meskipun dia masih disebut sebagai bintang terbaik di dunia saat ini seperti saat itu, makna di balik kata-kata itu tidak pernah sama.
Jika demikian, apakah penerimaan Mu Jin atas kekalahannya di masa lalu menjadi sedikit lebih ringan?
Tidak mungkin.
Di matanya, ada rasa kekaguman dan semangat yang mendalam saat ia menatap Chung Myung.
“Tenanglah.” –ucap Heo Sanja
Mendengar suara di sampingnya, Mu Jin tanpa sadar mengendurkan genggaman tangannya.
“Ada banyak kesempatan bagimu untuk membalasnya, sekarang bukan waktunya.” –ucap Heo Sanja
“…… Aku tahu.” –ucap Mu Jin
“Ini adalah prioritas untuk mendapatkan kembali kehormatan sekte.” –ucap Heo Sanja
Mu Jin mengangguk pelan.
Dia tidak bermaksud membantah bahwa dia ingin melangkah maju di sini. Situasinya sudah mengalir ke titik di mana dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hanya saja memalukan bahwa Sasuk-nya yang membalaskan hutangnya pada Naga Gunung Hua.
“Anak itu benar-benar luar biasa. Dia tidak hanya mengalahkanmu, tapi juga secara praktis menang melawan bakat langka terbaik Shaolin, dan kudengar dia bahkan memenggal kepala Pedang Lembu Gila dari Daebyeolchae.” –ucap Heo Sanja
“……Ya.” –sahut Mu Jin
“Tapi menjadi hebat sekarang belum tentu akan berlanjut di masa depan.” –ucap Heo Sanja
Mu Jin menatap Heo Sanja dengan tatapan bingung.
“Apa maksudnya?” –tanya Mu Jin
“Aku telah melihat banyak sekali talenta brilian yang menghilang.” –jawab Heo Sanja
“…….”
“Bukan yang kuat yang bertahan, tapi yang bertahanlah yang menjadi kuat. Bahkan seorang jenius yang hebat pun bisa kehilangan cahayanya hanya dengan satu kekalahan. Aku tidak tahu apakah anak itu memiliki kemauan yang kuat untuk menelan kekalahannya dan bangkit kembali.” –ucap Heo Sanja
Heo Sanja menyipitkan matanya.
‘Gunung Hua itu berbahaya.’ –batin Heo Sanja
Dia sudah tahu itu sejak sebelum dia datang ke sini, tapi melihat langsung dengan matanya sendiri membuatnyamenyadari bahwa kehebatan Gunung Hua menutupi rumor yang menyebar di Kangho
Jika hal-hal dibiarkan seperti apa adanya, sangat menakutkan untuk memikirkan seberapa kuat mereka nanti.
Dia tidak tahu sampai Heo Gong melangkah maju.
Siapa yang dilihat oleh murid Gunung Hua ketika lawan yang sulit berdiri di hadapan mereka.
Bahkan Lima Pedang, yang kemampuannya sangat luar biasa, tanpa sadar memandang Chung Myung dengan serius saat Heo Gong melangkah maju.
‘Dialah yang memimpin mereka.’ –batin Heo Sanja
Dia pernah mendengar rumor seperti itu sebelumnya, tapi dia tidak mempercayainya sampai dia melihatnya sendiri. Meskipun Gunung Hua telah runtuh, dulunya Gunung Hua adalah sekte bergengsi yang mendominasi dunia. Siapa yang akan percaya bahwa seorang anak yang baru saja melewati usia dua puluh tahun dapat memimpin sekte seperti itu?
Siapa pun yang memiliki akal sehat tidak akan punya pilihan selain menertawakannya.
Oleh karena itu, meskipun dia mungkin memikul masa depan sekte dengan bakat dan keterampilannya, rumor bahwa dia memimpin sekte menuju kebangkitannya cukup berlebihan menurut pendapatnya.
Namun ternyata hal yang terakhir itu benar.
Sekarang, hal lain tidak relevan lagi.
Penilaian Heo Gong benar. Untuk mematahkan momentum Gunung Hua, dia harus mulai dengan Chung Myung.
Bahkan jika Wudang memenangkan kemenangan penuh, momentum Gunung Hua tidak akan berhenti kecuali Chung Myung dikalahkan. Sebaliknya, jika hanya Chung Myung yang dikalahkan, Gunung Hua tidak akan bisa mengerahkan kekuatan lagi.
‘Oleh karena itu.’ –batin Heo Sanja
Anak itu harus dikalahkan di sini.’ –batin Heo Sanja
‘Bahkan jika itu berarti menyebabkan luka yang besar dengan menggunakan terlalu banyak kekuatan.’ –batin Heo Sanja
Dan Heo Gong pasti tahu ini lebih baik dari siapapun. Karena itulah Heo Dojin langsung mengirim orang itu.
Sebagai seseorang yang mengaku sebagai seorang Taois, dia tidak bisa memendam pikiran seperti itu, tapi masa depan Wudang beberapa kali lebih penting baginya daripada prinsip-prinsipnya.
‘Di tempat ini hari ini, Heo Gong harus memotong aliran momentum Gunung Hua.’ –batin Heo Sanja
Mata Heo Sanja bersinar dingin.
Heo Gong membuat ekspresi aneh saat ia naik ke atas panggung dan berhadapan dengan Chung Myung.
Sungguh sebuah situasi yang canggung.
Apakah dia pernah berharap untuk melakukan pertarungan pedang yang serius dengan seseorang yang tiga generasi lebih rendah darinya dalam hidupnya?
Ini benar-benar memalukan, tapi dia tidak bisa hanya melakukan apa yang dia inginkan dalam hidup.
Sebagai imbalan untuk mengizinkan kesenangan mereka yang biasa, para Tetua Wudang harus menangani tugas yang ditugaskan dengan pasti.
Heo Gong menatap Chung Myung dengan mata serius.
“Tentu saja tidak mudah untuk bertukar pedang sekali saja denganmu.” –ucao Heo Gong
“Aku memang orang yang sedikit jual mahal.” –ucap Chung Myung
Heo Gong menganggukkan kepalanya.
“Itu benar, itu benar. Kau bukan hanya seseorang yang berharga mahal, kau juga sangat berharga.” –ucap Heo Gong
“Oh, kau mengerti?” –ucap Chung Myung
“Tentu saja.” –ucap Heo Gong
Mata Heo Gong menjadi jauh.
Dan dari mulutnya keluar suara yang sangat kecil sehingga tidak terdengar di luar panggung.
“Wudang harus mengaku kalah hanya untuk bertukar pedang denganmu, dan bukankah Tetua Sekte bahkan mengirimku secara khusus?” –ucap Heo Gong
“…….”
“Kami membayar harga yang cukup tinggi, tapi melihatmu secara langsung, harganya sepadan.” –ucap Heo Gong
Ini tulus.
Dia mengira dia menggertak karena dia berada di bawah panggung. Namun, Chung Myung sekarang berdiri tepat di depannya dan masih mempertahankan sikap yang dia miliki di bawah panggung.
“Jika dia terus seperti ini, aku takut seberapa jauh dia akan tumbuh.’ –batin Heo Gong
Tekad Heo Gong semakin mantap.
Ia tidak selalu setuju dengan jalan yang ditempuh oleh Tetua Sekte. Logika Heo Sanja terkadang juga tidak masuk akal. Tapi semua itu demi kepentingan Sekte Wudang.
Jika anak ini menjadi penghalang besar bagi jalan Wudang, ia berniat untuk menyingkirkan penghalang tersebut, bahkan jika itu berarti tidak menghormatinya.
“Biar aku memberimu pelajaran. Disiplinku bisa sangat tajam, jadi kau harus berhati-hati.” –ucap Heo Gong
Seureureung.
Heo Gong perlahan-lahan menghunus pedangnya.
Namun, Chung Myung menghela nafas tanpa menunjukkan tanda-tanda kegugupan meskipun posisi lawannya sudah siap.
“Sudah kuduga…” –ucap Chung Myung
“… Apa yang kau katakan?” –tanya Heo Gong
Chung Myung menyeringai mendengar pertanyaan tajam itu.
Dalam semangat lembut Heo Gong, ada sedikit niat membunuh yang hampir tidak terlihat.
“Yah, aku bisa mengerti bagaimana kalian dari Sepuluh Sekte Besar berperilaku, jadi aku tidak terkejut.” –ucap Chung Myung
Melihat Chung Myung mengoceh dengan kata-kata yang tak dia mengerti, Heo Gong mengerutkan alisnya.
Namun kebingungannya lenyap dalam sekejap.
Seurureung.
Chung Myung perlahan-lahan menghunus pedangnya.
“Kau sudah mengoceh tentang mengajar, disiplin dan yang lainnya dari tadi.” –ucap Chung Myung
“…….”
“Aku ingin tahu sejak kapan Wudang menjadi lebih tinggi dari Gunung Hua sampai kau berani mengoceh seperti itu.” –ucap Chung Myung
Senyum satir terbentuk di sudut mulut Chung Myung yang kecil itu.
“Kesombongan itu, akan kuhancurkan berkeping-keping.” –ucap Chung Myung
Kedua tatapan penuh amarah itu saling bertautan di udara.