(Bagian 1)
“Naga Gunung Hua?” –sontak Heo Gong
Mata Heo Gong membelalak.
‘Jadi, dia pria yang diceritakan Tetua Sekte kepadaku.’ –batin Heo Gong
Dia telah mengatakan bahwa dia adalah seorang pria dengan bakat luar biasa yang tidak akan pernah muncul lagi.
Suatu hari, dia pasti akan menghalangi jalan Wudang. Jadi mereka harus menghancurkannya terlebih dahulu dan membunuh momentumnya.
Tapi …….
‘Dia tidak terlihat sehebat itu.’ –batin Heo Gong
Dilihat hanya dari sikap luarnya, pria jangkung bernama Baek Chun di sebelahnya terlihat lebih mengesankan.
Jika kata-kata Heo Dojin dan rumor yang beredar di seluruh dunia tidak salah, dia yakin bintang terbaik Gunung Hua sekarang adalah pria itu.
‘Mungkinkah dia benar-benar telah mencapai tingkat di mana dia bisa menyembunyikan kemampuannya dari deteksi ku?’ –batin Heo Gong
Pada usia seperti itu?
Sulit dibayangkan, bahkan bagi Heo Gong.
Dan jika itu benar, maka situasinya bahkan lebih serius dari yang dia kira.
Bahkan Mu Jin masih tidak bisa lepas dari pendeteksiannya. Bukankah itu berarti dia bahkan lebih kuat dari Mu Jin, meskipun usianya belum mencapai setengah dari usianya?
‘Aku bisa mengerti mengapa Tetua Sekte mengirimku ke sini.’ –batin Heo Gong
Dia bahkan tidak bisa disebut sebagai naga tidur lagi sekarang. Sekelebat niat membunuh melintas di mata Heo Gong.
“Jadi, apa jawabannya?” –tanya Chung Myung
“… Jawaban apa yang kau bicarakan?” –tanya Heo Gong
“Kau bilang Wudang sudah kalah, kan?” –balas Chung Myung
“Hahaha.”
Heo Gong tertawa dan menerima kata-kata Chung Myung.
“Aku sudah mengatakannya. Kau bebas untuk berpikir seperti itu.” –ucap Heo Gong
“Apa kau berlatih di air berlumpur atau semacamnya? Kau terus menyelinap pergi seperti ikan lumpur.” –ucap Chung Myung
“… Bukankah itu terlalu kurang ajar?” –ucap Heo Gong
“Itu tidak kurang ajar dibandingkan dengan kau yang menyuruh kami berpikir sesuka hati.” –ucap Chung Myung
Chung Myung menyeringai.
“Jika kau tak punya keberanian untuk mengakui kekalahan, maka mundurlah dan tunggu hasilnya. Wajar jika pihak yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan lebih dulu akan kalah.” –ucap Chung Myung
“…….”
“Atau mungkinkah…” –ucap Chung Myung
Kata-kata Chung Myung terputus dengan cibiran.
“Tidak mungkin kau, seorang Tetua Wudang, mencoba mengambil keuntungan dari opini orang banyak sekarang, kan? Aku tidak akan bisa menangani hal itu bahkan jika aku tidak punya rasa percaya diri lagi. Tapi oh ya, mungkin inilah memang sikap Wudang, ya.” –ucap Chung Myung
Baek Chun memejamkan matanya.
‘Bajingan itu benar-benar sudah gila.’ –batin Baek Chun
Semua murid Gunung Hua kagum saat melihat Chung Myung.
“Dia menghadapi Tetua Wudang.” –ucap seorang murid
“Orang gila yang sebenarnya tidak membeda-bedakan orang.” –ucap seorang murid
“Benar, Chung Myung memang seperti itu!” –seru seorang murid
Jika dia masih ragu untuk melakukan apapun, maka dia bukan Chung Myung. Terlepas dari jenis kelamin atau usia, hanya ketika dia secara adil mematahkan kepala orang, barulah dia bisa disebut sebagai Anjing Gila Gunung Hua, Chung Myung.
Biasanya, mereka akan panik dan menghentikannya, tapi sekarang tidak ada yang berniat menghentikan Chung Myung. Lima Pedang, yang biasanya menyelinap dan siap menundukkan Chung Myung kapanpun dia membuka mulutnya, berkumpul di sekitar Baek Chun, tidak dengan Chung Myung kali ini.
Seolah-olah mereka siap menghadang Baek Chun jika ia mencoba menghentikan Chung Myung.
Namun, kali ini, Baek Chun menarik diri, mengisyaratkan kalau ia tak berniat menghentikan Chung Myung.
Begitulah kemarahan mereka terhadap Heo Gong, yang telah menghina Gunung Hua.
Sementara itu, Heo Gong yang dihina di depan wajahnya mulai gemetar sedikit demi sedikit, menggerakkan mulutnya.
“Memanfaatkan keadaan?” –tanya Heo Gong
“Ya.” –balas Chung Myung
“Apa kau bilang aku memanfaatkan keramaian sekarang?” –tanya Heo Gong
“Itu benar.” –jawab Chung Myung
“Sodojang.” –panggil Heo Gong
Suara Heo Gong, yang jelas-jelas tenang, menembus Chung Myung seperti pisau.
“Mulut seseorang adalah sumber dari segala bencana. Sodojang harus belajar untuk menjaga cara berbicaramu.” –ucap Heo Gong
“Kau tidak berhak untuk mengaturnya.” –ucap Chung Myung
“… Apa?” –sontak Heo Gong
Chung Myung menyeringai.
“Jika kau begitu pandai memberi petunjuk, kenapa kau tidak fokus pada sektormu sendiri terlebih dahulu daripada memberi tahu sekte lain apa yang harus dilakukan? Melihat seberapa besar kepedulianmu pada satu murid dari sekte lain, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kau bisa tahan melihat murid-murid dari sektemu sendiri dikalahkan oleh murid-murid generasi yang lebih muda.” –ucap Chung Myung
“…….”
“Ah, apakah itu kecenderunganmu? Hanya melihat kekurangan orang lain, tetapi tidak bisa melihat kekuranganmu sendiri yang ada di depan matamu sendiri? Yah, itu adalah hal yang biasa.” –ucap Chung Myung
Heo Gong mengepalkan tinjunya.
Tidak ada perubahan pada ekspresinya, tetapi kepalan tangannya yang terkepal jelas sedikit bergetar. Menyaksikan adegan ini, Baek Chun merasakan kegembiraan sekaligus simpati yang kuat.
‘Kenapa kau mencoba bertengkar dengannya?’ –batin Baek Chun
Jika kau mengumpulkan orang-orang yang telah dipukuli oleh Chung Myung, kau bisa mengelilingi Danau Dongting, tapi jika kau mengumpulkan orang-orang yang telah dipukuli secara verbal oleh Chung Myung, kau bisa memenuhi seluruh Danau Dongting.
Jika kekuatan pedangnya sekitar tujuh bintang, maka moncongnya sudah sekuat dua belas bintang.
Sungguh malang nasib Heo Gong yang tidak mengetahuinya.
Heo Gong berkata dengan sedikit ketidaksenangan.
“Kurasa murid-murid Gunung Hua perlu belajar sopan santun aga-…” –ucap Heo Gong
“Itu bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan.” –ucap Chung Myung
Tapi Chung Myung memotong perkataan Heo Gong.
“Jangan terus mengalihkan pembicaraan. Jadi apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan mengaku kalah dulu? Atau kau akan kembali ke tempat dudukmu dan menunggu sampai hasilnya diputuskan?” –tanya Chung Myung
“…….”
“Oh, ada satu pilihan lagi.” –ucap Chung Myung
Chung Myung tersenyum setelah bertepuk tangan dengan gembira.
“Aku akan menghitung pertarunganmu sebagai bagian dari pertandingan tanding, Tetua. Maka semuanya akan terselesaikan.” –ucap Chung Myung
Akhirnya, ekspresi Heo Gong benar-benar runtuh dan berubah.
“…… Apakah kau memintaku untuk bertanding dengan murid kelas satu?” –tanya Heo Gong
“Apakah ada masalah dengan itu?” –tanya Chung Myung
‘Apakah ada masalah?’ –batin Heo Gong
Sanggahan acuh tak acuh itu membuat wajah Heo Gong bingung
Chung Myung tersenyum dan meninggikan suaranya seolah-olah dia ingin semua orang mendengarnya.
“Jika aneh bagi seorang Tetua untuk bertarung dengan murid kelas satu, bukankah juga aneh bagi murid kelas satu untuk bertarung dengan murid kelas dua? Bukankah Wudang yang mengatakan tidak ada masalah dengan itu?” –ucap Chung Myung
Heo Gong menutup mulutnya rapat-rapat.
Tentu saja, itu bukan perbuatannya. Tapi sepertinya kata-kata itu keluar dari mulut Heo Sanja saat pertandingan tanding berlangsung.
Dia dan Heo Sanja adalah orang yang berbeda, tetapi dari luar, mereka tetaplah Tetua Wudang yang sama.
Bahkan jika ada yang kalah, mereka harus menghentikan perselisihan di antara para Tetua Wudang.
“… Sepertinya kita memang mengatakan itu.” –ucap Heo Gong
Ketika kata-kata pengakuan Heo Gong keluar, Chung Myung menekan tanpa melewatkan waktu yang tepat.
“Bahkan Sekte Ujung Selatan, yang membenci kami dalam tidur mereka, tidak membuat murid kelas dua mereka bersaing dengan murid kelas tiga kita. Karena mereka bukan orang yang tidak tahu betapa konyolnya hal itu.” –ucap Chung Myung
“…….”
“Tapi sekarang sudah sampai seperti ini, kami akan mengizinkan Tetua untuk ikut serta. Karena bahkan pertarungan antara kelas satu dan kelas tiga sudah diadakan, apa masalahnya jika seorang Tetua ikut terlibat? Bagaimana dengan itu? Jika kau tidak mau mengaku kalah, kami bisa memberimu kesempatan untuk bertarung.” –ucap Chung Myung
Chung Myung menyeringai dan menyentuh sarung pedangnya sendiri.
Itu memang sebuah provokasi yang terang-terangan. Heo Gong menggigit bibirnya dengan lembut.
‘Monyet yang tak kenal takut ini …..’ –batin Heo Gong
Semua ini mungkin merupakan upaya untuk mengejeknya, tapi tidak mungkin dia tidak terlibat.
Pertama-tama, saat murid kelas satu dan tiga yang terlibat dalam perkelahian dilukis, Wudang sudah jatuh ke dalam jebakan yang tak terhindarkan.
‘Sama sekali tidak ada alasan untuk menghindar dari semua ini.’ –batin Heo Gong
Heo Gong mengangguk perlahan.
“Jika kami harus mengakuinya, maka kami akan mengakuinya. Dengan otoritas Tetua Wudang, aku menyatakan bahwa Gunung Hua adalah pemenang dari pertandingan tanding ini.” –ucap Heo Gong
“Heo Gong!” –teriak Heo Sanja
Segera setelah pernyataannya selesai, sebuah teriakan keluar dari mulut Heo Sanja.
Tapi Heo Gong bahkan tidak mengalihkan pandangannya.
Mundur dari sini tidak ada artinya selain mengakui kekalahan. Yang penting di sini bukanlah itu.
Jika mereka menunjukkan obsesi mereka untuk menang, mereka yang menonton akan menyadari pentingnya pertandingan tanding ini. Kemudian mereka tidak akan memiliki alasan untuk empat kekalahan yang mereka derita di awal pertandingan.
Sebaliknya, lebih baik menyerahkan buah kemenangan dan memberikannya untuk menunjukkan bahwa Wudang tidak begitu putus asa.
Heo Sanja juga tampaknya memahami niat Heo Gong dan tidak melakukan upaya lain untuk menghentikannya kecuali meninggikan suaranya sekali.
“Apakah itu cukup?” –tanya Heo Gong
Saat ditanya oleh Heo Gong, Chung Myung menggulung bibirnya.
“Sangat berapi-api.” –balas Chung Myung
“Haha.” -Chung Myung
Pria yang licik.
Tidak ada yang penting lagi sekarang. Tidak ada.
“Aku sudah melakukan semua yang kau inginkan.” –ucap Heo Gong
“Jadi sekarang ….” –ucap Heo sanja
Heo Sanja meregangkan bahunya dan berbicara dengan lembut.
“Siapa yang akan maju dan menerima ajaranku?” –tanya Heo Sanja
Sekelilingnya menjadi hening.
Meskipun Heo Sanja memutarbalikkan situasi, Heo Gong tidak bisa menyalahkannya. Itu mungkin pilihan terbaik bagi Heo Sanja, yang tidak memiliki kemampuan untuk menguasai Gunung Hua sendirian.
Tapi Heo Gong berbeda.
Pertandingan tanding? Kompetisi?
Apa gunanya hal seperti itu?
‘Selama kau tidak bisa melampauiku, Gunung Hua tidak bisa melampaui Wudang selamanya.’ –batin Heo Gong
Dan kecuali jika tiba saatnya dia meninggal karena usia tua, kalah dari Gunung Hua tidak terpikirkan. Dia dan Wudang harus membuktikan hal itu.
Mereka sekarang akan memahami hal itu dengan jelas.
Akhirnya, seorang pendekar pedang harus membuktikan dirinya dengan pedang.
Alasan mengapa Wudang mampu menjadi sekte pedang terbaik di dunia bukanlah karena mereka memiliki disiplin tinggi atau terkenal. Itu hanya karena pedang mereka adalah yang terkuat di dunia.
‘Aku akan mematahkan semangat mereka sampai mereka tidak akan pernah berani melintasi pedang Wudang lagi.’ –batin Heo Gong
Heo Gong menatap Gunung Hua dengan mata dingin.
Meskipun dia tidak mencoba untuk mengintimidasi mereka, murid-murid Gunung Hua merasakan tekanan yang luar biasa dan secara naluriah mundur.
Setidaknya, Lima Pedang tidak mengalami kesulitan untuk bertahan karena mereka telah menghadapi uskup Sekte Iblis dan orang-orang kuat lainnya beberapa kali, tetapi murid-murid lain yang tidak, tidak punya pilihan selain mengerang di bawah tekanan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Pada saat itu, Chung Myung melangkah maju.
Itu aneh.
Itu hanya seorang murid kelas tiga yang melangkah maju, namun tekanan pada murid-murid Gunung Hua menghilang seolah-olah telah tersapu bersih.
“Kau sepertinya terjebak di pegunungan dan tidak tahu banyak tentang dunia, jadi aku akan memberitahumu satu hal.” –ucap Chung Myung
“…….”
“Dunia tidak bergerak sesuai dengan keinginanmu, dasar kau bajingan.” –ucap Chung Myung
Clunk.
Chung Myung yang mengetuk Pedang Bunga Plum yang tergantung di pinggangnya menyeringai dan berbalik. Dan ia menatap lurus ke arah Hyun Sang dan Tetua Keuangan.
Chung Myung tersenyum saat melihat wajah kedua Tetua yang menegang.
Mata Hyun Sang bergetar.
Ia mungkin menyadari kehebatan Chung Myung, tapi ia tahu kalau lawannya tidak menguntungkan.
Namun, tak bisa dipungkiri kalau Chung Myung adalah satu-satunya yang bisa menghadapi Heo Gong di sini.
Hyun Sang membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu dengan campuran rasa takut dan khawatir, tapi Tetua Keuangan maju selangkah dan berkata,
“Chung Myung-ah” –panggil Tetua Keuangan
“Ya.” –sahut Chung Myung
“Bisakah kau melakukannya?” –tanya Tetua Keuangan
Chung Myung tertawa kecil seolah menunggu pertanyaan itu.
“Sepertinya yangban itu sudah jarang keluar sekte akhir-akhir ini sehingga dia tidak tahu tentang dunia.” –ucap Chung Myung
“…….”
“Aku akan menunjukkan pada mereka bahwa pedang terbaik, jangankan di antara sekte Tao, bahkan di seluruh dunia, adalah pedang Gunung Hua.” –ucap Chung Myung
Tapi Tetua Keuangan menggelengkan kepalanya.
“Kau tidak perlu melakukan itu.” –ucap Tetua Keuangan
“Apa?” –tanya Chung Myung
“Buktikan saja kalau pedangmu adalah pedang terbaik di Gunung Hua dan kembalilah. Itu sudah cukup.” –ucap Tetua Keuangan
“…….”
Chung Myung, yang linglung sejenak karena ucapan yang tak terduga, menggaruk rambut belakangnya sedikit.
“Aku tidak terbiasa dengan pertimbangan seperti ini. Hehe.” –ucap Chung Myung
Dia tersenyum canggung dan segera menyatukan kedua tangannya untuk memberi hormat pada kedua Tetuanya.
“Chung Myung, murid kelas tiga dari Gunung Hua!” –ucap Chung Myung
“Ya.” –sahut Hyun Sang
“Aku akan berjuang!” –seru Chung Myung
Chung Myung membalikkan tubuhnya dan melangkah dengan penuh percaya diri ke arah panggung.
Tatapan panas murid-murid Gunung Hua diarahkan langsung ke punggungnya.