Sial, Senang Sekali Bertemu Denganmu. (Bagian 1)
“Ughh, akhirnya aku bisa merasa hidup.” -ucap Jo-Gol
“Aku tidak pernah berpikir akan sangat menyenangkan jika kakiku tidak kedinginan saat tidur.” -ucap Yoon Jong
“Seperti yang diharapkan, Laut Utara bukanlah tempat bagi orang untuk hidup.” -ucap Baek Chun
Terbangun oleh sinar matahari yang masuk melalui tenda, murid-murid Gunung Hua mengobrol, merapikan tempat duduk mereka.
“Tapi kemana Chung Myung pergi?” -tanya Baek Chun
“Bukankah dia sudah lama tak ada di sini?” -balas Jo-Gol
Mendengar itu, Baek Chun merapikan jubahnya dan keluar untuk melihat-lihat.
“Chung Myung-ah?” -panggil Baek Chun
Saat itu, ia bisa melihat Chung Myung duduk di dekat api unggun.
Api unggun sudah padam dan hanya asap putih yang mengepul, tapi Chung Myung duduk di depannya, hanya menatap langit.
“Apa yang kau lakukan?” -tanya Baek Chun
Tatapan Chung Myung bergerak perlahan saat ditanya oleh Baek Chun.
Baek Chun memiringkan kepalanya melihat tatapan kosong yang tak merespon.
“Siapa yang mencuri uangmu? Ada apa dengan ekspresimu?” -tanya Baek Chun
“Sasuk.” -panggil Chung Myung
“Hm?” -sahut Baek Chun
“Berhentilah bicara omong kosong dan masaklah sesuatu.” -ucap Chung Myung
“Oh, bajingan ini!” -seru Baek Chun
Setelah menghela nafas panjang, Chung Myung menoleh sedikit dan melihat ke arah tenda tempat para biksu Lama tinggal. Menilai dari suara lantunan dari dalam, mereka pasti sudah bangun lebih awal.
“…… Lebih baik mati daripada menderita seperti ini.” -ucap Chung Myung
Reinkarnasi dari anak nakal Buddha Hidup yang Agung itu mengucapkan kata-kata yang tidak bisa dimengerti oleh Chung Myung, dan kemudian berpaling lagi dengan wajah yang mengatakan bahwa dia tidak tahu apa-apa.
Dia mencoba menahannya yang menuju ke tenda, namun pada saat itu, spiritualitas dan tekanan yang dia rasakan sudah hilang.
Tidak mungkin untuk berpegang pada kata-kata seorang anak yang mengalami gangguan mental dan membuat keributan, tetapi dia terlalu terperangkap dalam apa yang dikatakan anak itu untuk membiarkannya pergi.
Dia tidak bisa melakukan ini atau itu dan hanya terjaga sepanjang malam.
Chung Myung yang menghela nafas panjang, menjentikkan jarinya saat melihat Hye Yeon keluar dari tenda.
“Biksu palsu! Biksu palsu!” -panggil Chung Myung
“… Siju. Nama ku adalah Hye Yeon.” -ucap Hye Yeon
“Oke, oke, aku mengerti. Kemarilah.” -ucap Chung Myung
“…….”
Hye Yeon, yang menjadi cemberut, mendekat ke Chung Myung menatapnya dan bertanya dengan nada bertanya.
“Apa pendapatmu tentang cerita yang kita dengar kemarin?” -tanya Chung Myung
“Cerita seperti apa yang siju bicarakan?” -tanya Hye Yeon
“Reinkarnasi atau apapun itu, kau tahu, Inkarnasi Agung hidup kembali dan apapun itu.” -ucap Chung Myung
“Amitabha, itu yang siju maksud.” -ucap Hye Yeon
Hye Yeon melirik ke arah tenda tempat para biksu Lama tinggal dengan wajah sedikit malu.
“Ajaran Buddha di Seojang dan Jungwon tidak sepenuhnya sama, meskipun mereka semua mengikuti ajaran Sakyamuni.” -ucap Hye Yeon
“Di antara kata-kata yang dikatakan Bansol Lama kemarin, ajaran tentang reinkarnasi tidak jauh berbeda dengan ajaran Shaolin. Namun, itu tidak sesuai dengan ajaran kami yang mengatakan bahwa manusia sengaja bereinkarnasi dan mengingat masa lalu.” -sambung Hye Yeon
Hye Yeon menggelengkan kepalanya pelan.
“Jika seseorang benar-benar bisa melakukan itu, maka orang itu pasti adalah Buddha itu sendiri.” -ucap Hye Yeon
“Itu berarti mereka adalah penipu.” -ucap Chung Myung
“Bukan itu yang kumaksudkan!” -seru Hye Yeon
Hye Yeon yang ketakutan buru-buru melihat ke arah tenda seolah-olah dia takut para biksu Lama akan mendengarnya. Kemudian ia berkata dengan suara pelan.
“Si-Siju. Kau harus berhati-hati. Penghormatan agama Buddha Seojang terhadap Inkarnasi Agung lebih dari yang Siju pikirkan.” -ucap Hye Yeon
“Aku tahu.” -balas Chung Myung
Chung Myung berkata dengan nada acuh tak acuh.
Dia telah mengalami tentang betapa buta mereka yang melayani manusia sebagai dewa. Tentu saja, manusia dan Buddha berbeda, dan mereka juga berbeda dengan Sekte Iblis.
Jika itu terjadi di masa lalu, dia akan menertawakannya sebagai omong kosong. Chung Myung tidak percaya pada hal-hal yang tidak bisa dia lihat.
Tapi dia tidak bisa membiarkan hal ini berlalu begitu saja. Di atas segalanya, bukankah keberadaannya sendiri sama saja dengan bukti?
Chung Myung menatap langit dengan tatapan kosong lagi.
Pada saat itu, tenda dibuka dan para biksu Lama, termasuk Bansol Lama, berjalan perlahan sambil menangkupkan kedua tangannya. Pandangan Chung Myung langsung tertuju pada Inkarnasi Agung di belakang Bansol Lama.
Melihat wajah polos yang seolah-olah tidak tahu apa-apa, dia merasa ada sesuatu yang berubah di dalam dirinya.
“Apakah kalian beristirahat dengan baik tadi malam?” -tanya Bansol Lama
Bansol Lama menyambut mereka dengan senyuman manis. Murid-murid Gunung Hua, yang kebetulan keluar dari tenda, menerima sapaan itu dengan kedua tangan mengepal.
“Kami beristirahat dengan baik setelah sekian lama. Terima kasih banyak atas pertimbangan Lama.” -ucap Baek Chun
“Pertimbangan? Kami hanya memberikan tenda cadangan kami. Jangan khawatir.” balas Bansol Lama
Mata Bansol Lama tertuju pada Chung Myung sambil tersenyum dan menyatukan kedua telapak tangannya.
“Kamu terlihat sedang berpikir keras.” -ucap Bansol Lama
“…….”
“Apakah Siju ingin berjalan-jalan sebentar?” -tanya Bansol Lama
Chung Myung mengangguk dalam diam.
Bansol Lama dan Chung Myung, terpisah dari para biksu Lama dan murid-murid Gunung Hua, berjalan dengan tenang melewati padang rumput yang luas
Padang rumput itu begitu luas sehingga tidak ada ujungnya yang terlihat. Bahkan jika mereka berjalan dan berjalan, rasanya mereka tidak akan pernah mencapai ujungnya.
Chung Myung-lah yang memecah keheningan panjang dan membuka mulutnya terlebih dahulu.
“Inkarnasi Agung …….” -ucap Chung Myung
Dia berhenti bicara sejenak dan bertanya dengan suara yang lebih dalam.
“Apa kau yakin dia adalah Inkarnasi Agung?” -tanya Chung Myung
“Tidak sepenuhnya.” jawab Bansol Lama
Bansol Lama menggelengkan kepalanya.
“Om mani padme hum. Buddha adalah makhluk yang melampaui manusia. Dia yang telah melampaui manusia akan terperangkap dalam tubuh manusia lagi, jadi dia tidak bisa menjaga dirinya tetap utuh. Dalai Lama akan pergi ke Klan Budala dan menjalani proses untuk mendapatkan kembali dirinya sendiri.” -ucap Bansol Lama
“Kalau begitu, untuk saat ini, dia hanyalah seorang anak normal …..” ucap Chung Myung
“Itu juga tidak benar.” -ucap Bansol Lama
Bansol Lama berkata sambil tersenyum.
“Tidak peduli seberapa besar seseorang kehilangan jati dirinya, kesadaran yang mendalam itu tidak akan hilang. Dia adalah seorang anak namun juga seorang Buddha, dia adalah Buddha namun juga seorang anak.” -ucap Bansol Lama
Chung Myung tidak mengerti apa yang dia maksud.
Tentu saja, ini bukanlah jawaban yang sulit jika kata tersebut diartikan secara harfiah. Namun kata-kata Bansol Lama tampaknya memiliki makna yang lebih dari sekedar ungkapan halus yang ia lontarkan.
Sesuatu yang berbeda dari orang bijak atau umat Buddha yang berkultivasi tinggi yang kadang kita temui.
“Kalau begitu …….” -ucap Chung Myung
Ketika Chung Myung mencoba mengatakan sesuatu, Bansol Lama menggelengkan kepalanya terlebih dahulu.
“Aku tidak bisa menjawab lebih dari itu.” -ucap Bansol Lama
“…….”
Mata yang tenang dan dalam menatap Chung Myung.
“Siju ingin bertanya tentang apa yang dikatakan Dalai Lama kemarin, bukan?” -tanya Bansol Lama
“Ya.” -jawab Chung Myung
Chung Myung mengangguk patuh. Meskipun dia menghadapinya dengan caranya sendiri, tenda tipis itu tidak bisa menghalangi telinga pria ini.
“Aku masih kurang, tetapi ku pikir aku telah belajar dari pelajaran agama Buddha. Itu sebabnya aku bisa mengajar dan memimpin para Lama dari Klan Budala.” -ucap Bansol Lama
Siapapun yang belum pernah bertemu dengan Bansol Lama akan bersumpah dan menyangkal kata-kata seperti kesombongan.
“Namun, aku juga berasal dari tubuh manusia yang terikat oleh penderitaan duniawi dan karma. dini ini tidak bisa memahami semua yang dikatakan Buddha. Memahami adalah mengetahui, dan mengetahui adalah memahami. Jika demikian, bukankah aku sudah menjadi seorang Buddha?” -ucap Bansol Lama
Chung Myung mengangguk dalam diam saat ia melihat Bansol Lama tertawa terbahak-bahak.
“Dalai Lama adalah penjelmaan Avalokitesvara. Dia masih terikat pada cetakan seseorang dan tidak sadar akan dirinya sendiri, tetapi pada saat dia menjadi dewasa, dia akan mendapatkan kembali dirinya yang seutuhnya.” -ucap Bansol Lama
Chung Myung menoleh sedikit dan melihat ke arah tenda, yang sekarang berada sedikit lebih jauh. Namun tak lama kemudian kepalanya kembali ke posisi semula.
Ini berarti tubuh tidak dapat menangani pencerahan agung sebagai Buddha yang hidup agung. Oleh karena itu, sangat tidak mungkin Chung Myung akan mendapatkan apa yang dia inginkan bahkan jika dia berbicara dengan Inkarnasi Agung lagi.
Itulah mengapa Bansol Lama memanggilnya secara terpisah dan menceritakan kisah ini.
Tatapan serius Bansol Lama tertuju pada Chung Myung.
“Aku telah bekerja seumur hidup, di Mata Dharma untuk memastikan reinkarnasi Dalai Lama. Aku dapat melihat karakter luar biasa dari Chung Myung Dojang. Aku tidak bisa mendefinisikannya sebagai apa pun, tapi Dojang jelas berbeda dari orang biasa lainnya.” -ucap Bansol Lama
Chung Myung berhenti berjalan. Dan dia menatap biksu tua yang berdiri diam dan berkata.
“Menurut ajaran Buddha, kau mengatakan bahwa orang bereinkarnasi untuk mencapai pencerahan dengan mengumpulkan latihan dalam waktu yang lama, bukan?” -tanya Chung Myung
“Memang benar.” -jawab Bansol Lama
“Apakah ada alasan lain untuk reinkarnasi?” -tanya Chung Myung
Bansol Lama menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak tahu.” -jawab Bansol Lama
“…….”
“Arus dunia ini sangat besar. Apa pun bisa terjadi di sana..” -ucap Bansol Lama
Chung Myung mengangguk lagi dengan tenang.
“Ada satu hal yang ingin ku sampaikan kepada Dojang.” -ucap Bansol Lama
Saat Chung Myung melihat dengan mata penasaran, Bansol Lama menangkupkan kedua tangannya dan membacakan sebuah syair kecil.
“Setiap manusia hidup melalui rasa sakit. Itu karena selalu ada penderitaan dalam diri manusia.” -ucap Bansol Lama
“Penderitaan …….” -ucap Chung Myung
“Om mani padme hum.” -lantun Bansol Lama
Bansol Lama berkata dengan senyum ramah.
“Mereka yang berjalan di Jalan Buddha mengatasi karma mereka dan belajar Dharma untuk mengatasi penderitaan mereka. Bahkan jika apa yang Dojang alami sekarang adalah rasa sakit, rasa sakit itu tidak akan sia-sia.” -ucap Bansol Lama
Rasanya seperti menangkap awan yang mengambang.
Namun, setelah mendengar kata-kata yang menangkap awan itu, anehnya, ia merasa lega.
Bansol Lama, tersenyum dan menatap Chung Myung dengan mata yang hangat.
“Dojang.” -panggil Bansol Lama
“Ya.” -sahut Chung Myung
“Ketika saatnya tiba ketika Dojang sangat membutuhkan jawaban, lihatlah dirimu sendiri. Semua jawaban akan ada pada diri Dojang.” -ucap Bansol Lama
Chung Myung, yang menghadapnya, perlahan-lahan menangkupkan kedua tangannya.
“Muryangsubul.” -lantun Chung Myung
Chung Myung, yang biasanya tidak melantunkan mantra, memberikan pengecualian kepada Bansol Lama. Ini adalah penghormatan tertinggi yang bisa Chung Myung ungkapkan.
“Terima kasih, Lama.” -ucap Chung Myung
Setelah percakapan itu, Bansol Lama menoleh dan melihat ke arah tenda.
“Aku ingin berbicara lebih banyak, tapi sekarang sebagai seorang biksu, aku harus membawa Dalai Lama ke Klan Budala sesegera mungkin.” -ucap Bansol Lama
“Ya, aku minta maaf karena telah menyita waktumu.” -ucap Chung Myung
Bansol Lama menggelengkan kepalanya.
“Takdir itu sangat berarti. Bukan hanya kebetulan kamu bertemu kalian di sini.” -ucap Bansol Lama
“…….”
“Aku harap siju bisa mengatasi kesedihanmu.” -ucap Bansol Lama
Bansol Lama, yang menyatukan kedua telapak tangannya dan menundukkan kepalanya dalam-dalam, berjalan menuju tenda, meninggalkan Chung Myung.
Chung Myung, yang telah memperhatikan Bansol saat dia berjalan pergi, duduk dengan santai di tempat.
“Takdir….” -gumam Chung Myung
Kemudian dia menyeringai.
“Dia tidak menahan kata-katanya, bahkan terhadap seorang Taois, yangban itu.” -gumam Chung Myung
Suara angin bersiul di telinganya saat dia memejamkan matanya.