Join channel kami untuk informasi ter-update: Channel Telegram Tetua Sekte
Project utama: Return of Mount Hua Sect Bahasa Indonesia
MANHWA CHAPTER 77 lanjut baca di novel Chapter 124, gas kan!

Return of The Mount Hua – Chapter 306

Return of The Mount Hua – Chapter 306

Seorang yang Bijak Tidak Akan Pernah Mengambil Masalah (bagian 1)

Saat pedang Yo Isoel terpental, Peng Gyong segera mengarahkan serangannya ke arah kepala Yo Isoel

ini adalah situasi berhbahaya dimana kepala Yoo Iseol dapat terbelah oleh pedang Peng Gyong kapan saja.

Murid-murid Gunung Hua bangkit dari tempat duduk mereka sambil berteriak. Namun tiba tiba.

Paang!

Pedang Yoo Iseol. Yang terpental, terbang seperti seberkas cahaya dan menangkis pedang Peng Gyong.

Kwang! Kwang! Kwang! Kwang! Kwang!

Sekali, dua kali, tiga kali, dan lagi!

Dalam sekejap, dua belas serangan berturut-turut jatuh ke arah pedang Peng Gyong.

Tidak mungkin untuk mendorong pedang Peng Gyong menjauh dengan satu serangan. Namun, jika seseorang dapat mengayunkan banyak serangan sekaligus, tidak terlalu sulit untuk menangani kekuatannya.

Kwaang!

Bahu Peng Gyong ditekuk saat serangan kedua belas terakhir mengenai pedangnya.

‘Apa?’ –batin Peng Gyong

Tanpa menunggu, Yo Isoel segera mengarahkan serangannya ke arah leher Peng Gyong dengan cepat .

“Kwae (Cepat).” –gumam Chung Myung

Chung Myung bergumam rendah.

Cepat itu bagus.

“Keuk!”

Peng Gyong membalikkan tubuhnya ke samping dan menghindari pedang yang mengarah kepadanya. Namun, dia tetap tidak dapat menghindarinya dengan sempurna. Bahunya tersayat dan darahnya muncrat kemana mana

Selanjutnya, pedang Yoo Iseol, mengenai pinggang Peng Gyong dengan kuat.

Kung!

Peng Gyong, yang berhasil memblokir pedang Yoo Iseol terlempar ke tanah seperti bola yang ditendang oleh seorang anak kecil.

“Pae (Mendominasi).” –gumam Chung Myung

Dominasi itu kuat.

“Brengsek!” –seru Peng Gyong

Peng Gyong sangat malu karena dibuat seperti ini oleh lawannya.

Ketika Peng Gyong berhasil menyeimbangkan tubuhnya, pedang Yo Isoel sudah penuh dengan energi pedang yang melimpah

“Bian (Ubah).” –gumam Chung Myung

Perubahan drastis.

Peng Gyong, yang bahkan tidak bisa berdiri, harus berguling kembali ke tanah.

Teknik Koprol ala Keledai Malas (Lazy Donkey Roll)

Pepatah mengatakan bahwa keledai yang malas akan berguling-guling di tanah. Teknik ini merupakan teknik yang enggan digunakan oleh seniman bela diri karena melukai martabat mereka.

Setelah bergulung di tanah beberapa kali, Peng Gyong, yang keluar dari jangkauan Yoo Iseol, mengatupkan giginya dan bangkit.

“Dasar … Jalang …” –ucap Peng Gyong

Dia tidak sadar.

Jelas, lawannya tidak lebih kuat darinya.

Kekuatan internal pedang itu tidak sebanding dengan pedangnya, dan kekuatannya bahkan tidak setengah dari dirinya.

Bahkan jika kecepatannya lebih cepat, bukankah terlalu jelas mana yang lebih unggul, kecepatan dengan kekuatan atau kecepatan tanpa kekuatan?

Namun, anehnya, dia tidak bisa menang bahkan untuk satu saat.

‘Jangan terbawa suasana.’ –batin Peng Gyong

Peng Gyon menggigit bibir bawahnya. Bibirnya robek dan darah menyembur keluar. Namun, rasa sakit yang memusingkan di bibirnya membuat kepalanya terasa sedikit lebih jernih,.

‘Aku berada di atas angin jika dalam hal kekuatan. Aku harus memanfaatkannya.’ –batin Peng Gyong

Tidak menguntungkan untuk terus diserang oleh lawan. Pedang Yoo Iseol yang baru baginya dan sangat sulit untuk dipertahankan dengan sempurna.

Dia lebih suka menyerang. Ya, yang menang adalah yang menyerang.

Seusut.

Kaki Peng Gyong berlari melintasi lantai seperti harimau yang sedang berburu mangsa. Gerak kaki yang lancar dan cepat yang tidak sesuai dengan ukurannya yang besar.

Mencari kesempatan, dia dengan cepat mempersempit jarak dan mengayunkan pedangnya.

Dia menyadari bahwa dia bisa dipukul mundur jika dia mencoba menekannya dengan paksa. Dia membidik pergelangan tangan Yoo Iseol dengan kecepatan tertinggi yang dia mampu.

Pedang Gerbang Pemecah: Teknik Lima Harimau.

Seperti Harimau lapar mengejar rusa.

Saat harimau lapar mengejar rusa, pedang Peng gyong secepat dan sekuat biasanya.

Dalam sekejap, lima serangan mengarah ke pedang Yoo Iseol.

Jika dia tidak bisa mengejar tubuhnya, kejar pedangnya.

Saat dia mematahkan pedang itu, pertandingan sudah selesai.

Tapi mata Yoo Iseol hanya tenggelam saat melihat serangan itu terbang.

Kaang! Kaang!

Dia secara akurat dapat menangkis serangan Peng Gyong.

Ada perbedaan mendasar.

Setiap kali kedua pedang bertabrakan, tubuh Yoo Iseol didorong menjauh sedikit demi sedikit, dan pedangnya melambat sedikit demi sedikit.

‘Sekarang saatnya!’ –batin Peng Gyong

Peng Gyong, yang mengira dia punya kesempatan, mengatupkan giginya dan mendorong semua kekuatan internalnya ke pedang.

Kekuatan internal merah di pedang menggambarkan lima harimau di udara.

Rasanya seperti menyaksikan lima harimau merah berlari kencang dengan kekuatan penuh.

Kelima harimau itu terbang begitu cepat dan mereka bisa mematahkan Yoo Iseol kapan saja.

Tapi, pada saat itu.

Seureuruk.

Pedang Yoo Iseol menggambar lekukan halus dan lembut. Pedang itu dengan lembut mencuat ke sisi harimau terbang, dan segera mendorong harimau itu dengan lembut ke samping.

Kwaang! Kwaang! Kwaang!

Kelima harimau terbang itu berbelok melewati tubuh Yoo Iseol ke arah itu.

Yu (Lembut)” -Gumam Chung Myung

Yu merupakan gambaran kelembutan.

Mata Peng Gyong membelalak.

Dia tidak bisa menyembunyikan keheranannya seolah-olah dia tidak bisa menerima situasi sama sekali. Yoo Iseol mengayunkan pedangnya tanpa memberinya waktu berpikir.

A-Aku harus berhenti ……!’ –batin Peng Gyong

Dan.

Peng Gyong melihatnya.

Bunga plum merah mekar di tepi pedang Yoo Iseol yang terbang ke arahnya.

Pola bunga plum yang terbuat dari energi pedang mekar begitu indah sehingga tidak mungkin untuk mengatakan apa itu pedang asli dan apa yang hanya ilusi.

Dia secara reflektif mengayunkan pedangnya namun hanya memotong udara ..

Pedang Yoo Iseol, yang melewati pedangnya dengan bunga plum, berhenti tepat di depan leher Peng Gyong.

“…….”

Setetes darah mengalir dari leher Peng Gyong bersama dengan rasa sakit yang menyengat.

Peng Gyong, yang sedang melihat pedang yang diarahkan ke lehernya, menghela nafas dalam-dalam.

“… Aku kalah.” –ucap Peng Gyong

“Pertandingan yang luar biasa.” –ucap Yoo Iseol

Yoo Iseol mengambil pedang dan mendorongnya ke sarungnya dan memberikan salam kepada Peng Gyong.

Tiba-tiba, teriakan ledakan meletus di aula.

Wooooooo!!!!

“Hwan (Ilusi).” –Gumam Chung Myung

Chung Myung berkata dengan lembut saat dia melihat Yoo Iseol.

“Hanya karena itu pedang kecil, tidak semuanya sama. Semua ilmu pedang memiliki keinginan mereka sendiri untuk mengejar sesuatu.” –ucap Chung Myung

Baek Chun menganggukkan kepalanya.

“Sahyung hanya terobsesi untuk menyebarkan seni bela diri dan menggunakan pedang lebih cepat dan lebih kuat. Tapi pedang tidak semua nya seperti itu.” –ucap Chung Myung

Chung Myung cukup serius. Dia tampak seperti orang yang berbeda karena dia kehilangan keceriaannya yang biasa.

“Pedang Cepat. Pedang Dominasi. Pedang Perubah. Pedang Lembut. Pedang Ilusi. Pedang berat. Ada banyak ilmu pedang lainnya. Pedang pada akhirnya tergantung pada seberapa baik kau dapat memahami arti pedang.” –ucap Chung Myung

Baek Chun menatap Chung Myung dengan mata berat.

Chung Myung belum pernah menceritakan kisah ini kepada mereka sebelumnya. Sampai sekarang, mereka telah diberitahu bahwa itu cukup hanya untuk melatih tubuh mereka dan menjaga dasar-dasarnya.

Tapi apa yang dikatakan Chung Myung sekarang secara harfiah adalah ilmu pedang. Inilah yang perlu diketahui seorang pendekar untuk menuju lebih tinggi.

“Pikirkan tentang itu. Jenis pedang apa yang kau gunakan. Pedang Gunung Hua didasarkan pada Kecepatan dan Perubahan. Dan itu adalah Ilusi.”-ucap Chung Myung

“Semua ini tentang berubah dengan cepat dan menipu orang lain.” –ucap Chung Myung

“itulah pedang Gunung Hua. Lalu Bagaimana dengan Wudang menurut sahyung?” –tanya Chung Myung

“Lembut.” –balas Baek Chun

“Benar mereka punya Pedang Lembut.” –ucap Chung Myung

Chung Myung memandang semua orang dan berkata.

“Metode Jeomchang’s Fiery Sun memiliki kecepatan ekstrim, dan teknik 36 pedang milik Sekte Ujung Selatan didasarkan pada berat dan perubahan.” –ucap Chung Myung

Sebelum dia menyadarinya, Yoo Iseol turun dari panggung.

Chung Myung menoleh padanya.

“Jika kau adalah seorang pendekar pedang, kau harus bisa menguasai semua ilmu pedang di dunia serta ilmu pedang yang terkandung dalam pedangmu sendiri. Hanya karena Kau menggunakan pedang cepat, bukan berarti tidak apa-apa jika Kau tidak bisa menggunakan pedang yang berat. Jika demikian, itu hanya pedang setengah jadi saja.” –ucap Chung Myung

“Lalu Samae…….” –ucap Baek Chun

“Iya. Sagu sedang membangunnya. Untuk waktu yang lama, selangkah demi selangkah. Semua ilmu pedang itu akan matang.” –ucap Chung Myung

Chung Myung menggulung sudut mulutnya.

“Pedang itu sangat sederhana tetapi sangat sulit. Namun demikian, seseorang harus terus menantangnya dan memahaminya. Mereka seharusnya tidak pernah berhenti mengejar tempat yang lebih tinggi.” –ucap Baek Chun

Kepala Chung Myung mengangguk pelan.

“Itulah yang dimaksud dengan pendekar pedang .” –ucap Chung Myung

“…….”

Sudut hati Baek Chun bergerak.

Ini adalah cerita yang berbeda dari sekedar kekuatan belaka.

Dia yang memegang pedang. Semua orang mengejar ilmu pedang yang ekstrem. Tetapi tidak pernah mudah untuk berjalan dan terus melakukannya di jalan yang panjang dan sulit itu.

‘Isong Baek?’ –batin Baek Chun

Tidak.

Jika Isong Baek adalah ‘ketenangan’ yang diam-diam menanggung pekerjaan yang diberikan kepadanya, Yoo Iseol sama dengan seorang pencari ketenangan.

Mengingat pedang Gunung Hua mengejar Tao, pedang Yoo Iseol benar-benar sama dengan Gunung Hua.

Aku malu.’ –batin Baek Chun

Baek Chun sedikit tersipu.

Dia bangga telah melepaskan bunga plum Gunung Hua. Tapi sementara dia puas dengan pencapaiannya, Yoo Iseol hanya diam-diam mengejar pedangnya sendiri.

Sosok itu terasa begitu mempesona bagi Baek Chun.

“… itu sangat sempurna sehingga aku bahkan tidak bisa mengatakannya dengan kata-kata lagi.” –ucap Yoon Jong

Chung Myung menyeringai mendengar suara Yoon Jong bergumam kosong di sebelahnya.

“Tidak ada pedang yang sempurna. Hanya ada pedang yang terlihat sempurna. Bahkan pedang itu menjadi penuh celah saat bertemu seseorang yang lebih kuat.” –ucap Chung Myung

“Umm.”

“Itulah pedang.” –ucap Chung Myung

Semua orang mengangguk mendengar kata-kata Chung Myung.

Hasil yang bagus.

Prestasi dan sorakan yang mungkin tidak akan pernah tercapai lagi.

Semuanya meresap secara diam-diam dan menciptakan kesombongan di benak murid-murid Gunung Hua.

Tapi pedang Yoo Iseol dan kata-kata Chung Myung sudah cukup untuk menerbangkan semua kebanggaan yang telah menyusup ke hati mereka.

Chung Myung tersenyum saat dia melihat Sahyung tenggelam dalam pikiran mereka.

Aku melakukan sesuatu yang tidak pantas.’ –batin Chung Myung

Melihat pedang Yoo Iseol, dia menjadi bersemangat dan memberikan penjelasan yang berlebihan. Meskipun dia tahu ini masih terlalu dini untuk anak-anak ayam seperti mereka.

Tapi.

Harinya akan tiba ketika mereka akan benar-benar memahami arti dari apa yang dia katakan. Kemudian pedang Gunung Hua akan semakin dalam dan kuat.

Sekte adalah hal seperti itu.

Ada batasan kekuatan satu atau dua orang saja. Meskipun semua orang melihat ke tempat yang sama, semua orang mengejar pedang yang berbeda. Ketika pedang berkumpul bersama untuk bersaing ketat dan berkembang berulang kali, baru kemudian mereka benar-benar menjadi satu sekte.

‘Namun, ini masih jauh dari hal itu.’ –batin Chung Myung

Mungkin suatu hari nanti.

Seperti yang dilakukan Gunung Hua di masa lalu.

Suatu hari.

Tentu saja, Tang Soo-soo adalah orang pertama yang menyambut Yoo Iseol yang kembali ke tempat duduknya.

“Sagu.” –sambut Tang So-soo

Tang So-soo memandang Yoo Iseol dengan handuk basah di tangannya sambil menangis sedikit.

Dia memiliki perasaan yang campur aduk, tetapi sulit untuk mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata.

“Apakah kau melihat itu?” –tanya Yoo Iseong

“Ya, Sagu. Itu sangat … keren abis.” –balas Tang So-soo

Yoo Iseol memeganginya dengan tenang.

“…….”

“Terlalu banyak kekuatan yang tidak sesuai tempatnya. Masih belum benar-benar matang. Aku terus membuat kesalahan yang sama meskipun aku terus memikirkan solusinya. Aku seharusnya tidak seperti ini.” –ucap Yoo Iseong

Murid-murid Gunung Hua menatapnya dengan mata lelah.

Melihatnya merenungkan dirinya sendiri dengan wajah tanpa ekspresi membuat perut mereka terasa pengap.

Bahkan Chung Myung diam seolah-olah ini sedikit di luar kendali.

“T-Tapi Kau masih bisa menang!” –ucap murid lain

“Menang atau kalah tidak masalah. aku…” –ucap Yoo Iseol

Tatapan Yoo Iseol beralih ke langit yang jauh.

Dia menghela nafas pelan saat dia melihat ke langit yang jauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk sementara waktu.

“Yang harus ku lakukan adalah menyempurnakannya. Bunga plum yang sempurna.” –ucap Yoo Iseol

“…….”

“Jalanku masih panjang. Sangat panjang.” –ucap Yoo Iseol

Semua orang yang melihatnya merasakan perasaan yang tidak bisa mereka ucapkan.

Sentimen halus dan kesedihan misterius.

Tanpa waktu untuk memikirkan apa maksud emosinya, Yoo Iseol menoleh ke Chung Myung.

“Bertarunglah denganku!” –seru Yoo Iseol

“…… Hah?” –sontak Chung Myung

“Aku masih belum berpengalaman. Aku akan memeriksanya seberapa jauh pengalamanku dengan bertarung denganmu.” –ucap Yoo Iseol

“…… Kenapa Aku lagi?” –ucap Chung Myung

“Tidak peduli seberapa keras aku menyerang, kau tidak akan mati. Aku bahkan bisa menggunakan teknik membunuh. Sepuasnya jika aku mau.” –ucap Yoo Iseol

“…….”

Chung Myung perlahan menoleh dan menatap Baek Chun.

“Sasuk, ada sesuatu yang tidak kukatakan sebelumnya.” –ucap Chung Myung

“… apa?” –tanya Baek Chun

“Biasanya, orang yang menggali ilmu pedang dengan cara yang ekstrim akan menjadi seorang yang gila.” –jawab Chung Myung

“…….”

“Hati-hati, Sasuk.” –ucap Chung Myung

“…….”

Bagaimanapun, Baek Chun-lah yang menyadari lagi bahwa tidak ada orang normal dalam sekte ini.


** 20 Chapter terbaru KLIK TRAKTEER**


 
**JOIN GRUP TELEGRAM**
https://t.me/Tetuasektegununghua

Comment

Options

not work with dark mode
Reset