“Pemimpin Sekte, Ada apa dengan ekspresimu itu di hari yang baik
ini?” -Kata Chung Myung melihat wajah pemimpin cemberut
“…….”
‘Kaulah yang menyebabkan ku seperti ini, dasar!’ -ucap pemimpin
dalam hati
Melihat tetua keuangan tersenyum membuatnya kesal.
“Baiklah, apakah kalian semua sudah siap?”
“Ya, Pemimpin Sekte. Tolong ucapkan sepenggal kata.”
‘Sepenggal kata?’
‘Apa yang harus aku ucapkan?’
Yang menyedihkan adalah orang yang mengucapkan kata-kata
terakhir itu bukanlah Chung Myung.
‘Ini bukan lagi Gunung Hua yang aku kenal.’
‘Bukankah ini hasil perbuatan Chung Myung?’
“…… Kompetisi Murim ini merupakan ajang untuk mempererat
persahabatan. Pertama-tama, dengan ide mengadakan
pertemuan …….”
Sambil tersenyum tetua kuangan memotong perkataan pemimpin
sekte.
“Pemimpin Sekte.” -kata tetua keuangan
“Iya?”
“Kata kata itu tidak akan berguna. Kau akan diketawai mereka (para
murid).”
“…….”
‘dasar sialan!’
‘Bagaimana bisa seorang Taois mengatakan itu?’
“Mari kita selesaikan pidatonya. Jika kau bicara seperti itu Para
murid mungkin berpikir bahwa Pemimpin Sekte tidak ikut pergi.” –
kata tetua keuangan
“…… Baiklah, kau saja yang lanjutkan.” -jawab pemimpin sekte
kesal
“Oh, baiklah kalau begitu”
Tetua keuangan dengan cepat melangkah maju dan menatap semua
orang.
“Hari ini kita akan pergi ke Kuil Shaolin. aku yakin kalian semua
sangat percaya diri, bukan?”
“Tentu saja!” – Jawab para murid
“Jangan khawatir, Penatua!”
Tetua keuangan menganggukkan kepalanya.
“Pastikan Kalian sudah membawa perlengkapan yang butuhkan, dan
pastikan para instruktur dari setiap divisi memeriksa barang bawaan
para junior sekali lagi.” -Tegas tetua keuangan
“Baik!”
Pada saat yang sama dengan jawaban itu, para Un yang berdiri di
satu sisi mulai bergerak.
Tetua Keuangan, yang melihat sekilas pemandangan itu, mengangkat
matanya lebar-lebar dan berkata dengan nada yang kuat.
“Tempat yang kita tuju sekarang adalah tempat berkumpulnya semua
sekte. Setiap tindakan dan perilaku kalian akan menjadi faktor dalam
mengevaluasi Gunung Hua. Jadi semuanya, jaga dirimu baik-
baik ….. hah? Kalian melihat kemana?” -perkataan tetua keuangan
terputus melihat respon para murid
Mata semua orang tertuju sekaligus ke arah Chung Myung.
“Hah? Kenapa kalian melihatku?”
“… Tidak, hanya saja.” -ucap seorang murid
Chung Myung menyeringai.
“Ei, ayolah. Tidak ada orang lain yang selembut aku.” -kata Chung
Myung
‘Mulutmu sialan itu!’
‘Aku benar-benar ingin menguburnya.’
Mungkin karena mereka benar-benar tersiksa oleh Chung Myung
selama enam bulan terakhir, mata para murid yang memelototinya
bahkan lebih berbisa.
Bahkan Tang Soo-soo, yang baru saja memasuki Gunung Hua,
memelototi Chung Myung.
Tetua keuangan melihat pemandangan tersebut sambil tersenyum
tipis
“Jika kalian sudah siap, ayo berangkat.”
“Baik!”
“Selamat jalan!”
Saat murid yang berdiri di depan berjalan ke depan, para murid yang
berdiri di belakang bersorak untuk mereka dengan suara keras.
“Jangan berpikir untuk kembali jika kalian kalah.” -ucap murid yang
tidak ikut
“jika kalian berani kalah. Aku akan menganggapmu sebagai ranting
dan menggantungmu di pohon plum!”
Mereka yang disoraki seperti itu, tersenyim lebar.
“Dasar berisik orang orang lemah.”
“Teruslah menyapu halaman sekte!.” -Ledek Murid yang ikut pergi
‘Gunung Hua telah hancur.’ – batin tetua sekte sedih
“Aku tidak berani menemui leluhurku ketika aku mati” – ucap tetua
sekte