ertambah. (Bagian 3)
Ketika seseorang berada di titik terbawah, tidak ada beban. Tidak ada tempat untuk jatuh dan tidak ada yang perlu dilindungi.
Beban hanya muncul ketika ada sesuatu yang ingin dicapai atau ketika ada sesuatu yang hilang.
“Sasuk. Aku …….” –ucap Gwak Hee
Saat Gwak Hee membuka mulutnya, Baek Sang mengangkat tangannya sedikit dan memotong ucapannya.
“Oh, tunggu, tunggu.” –ucap Baek Sang
“Ya?” –sahut Gwak Hee
Mata Gwak Hee dipenuhi dengan pertanyaan.
“Biar kukatakan sebelumnya, jangan harap aku bisa memberikan jawaban yang tepat untuk pertanyaanmu atau berharap dengan berbicara padaku akan menyelesaikan masalahmu.” –ucap Baek Sang
“…….”
“Aku bukan orang yang hebat. Aku kesulitan bahkan hanya untuk menangani masalahku sendiri.” –ucap Baek Sang
“… Aku benar-benar tidak bisa mengandalkanmu.” –ucap Gwak Hee
“Kau seharusnya menjalani hidupmu sendiri.” -ucap Baek Sang
Mendengar kata-kata Baek Sang, Gwak Hee hanya tersenyum kecut. Baek Sang kemudian bertanya.
“Intinya sulit untuk mengikuti mereka, kan?” –tanya Baek Sang
“Ini sedikit berbeda …..” –ucap Gwak Hee
“Itulah maksudnya.” –ucap Baek Sang
Baek Sang mengangkat bahunya.
“Seperti yang kukatakan sebelumnya, semua orang memiliki kekhawatiran seperti itu. Kau bukan satu-satunya yang merasa seperti itu.” –ucap Baek Sang
“…….”
“Coba pikirkan tentang hal ini. Yangban yang bernama Sahyung-ku menyeret orang ke depan sambil berlari seperti orang gila, selain itu aku bahkan tidak bisa menyuruhnya untuk tenang. Tidak mungkin aku bisa menyuruh – nyuruh orang yang membawa barang sepuluh kali lebih banyak dariku, kan?” –ucap Baek Sang
“I- Itu benar.” –ucap Gwak Hee
Baek Sang mengubah wajahnya seolah-olah dia sedang marah saat berbicara.
“Setidaknya kau harus bersyukur, orang yang harus kau ikuti hanyalah Yoon Jong dan Jo-Gol.” –ucap Baek Sang
“A-apa?” –tanya Gwak Hee
Gwak Hee tidak pernah memikirkan Yoon Jong dan Jo-Gol seperti itu karena mereka selalu terlihat begitu hebat. Tapi kata-kata Baek Sang selanjutnya meyakinkannya.
“Asal kau tahu, Orang yang harus kuikuti adalah Baek Chun Sahyung, kau tahu? Sialan.” –ucap Baek Sang
“Ah…….”
Pada saat itu, Gwak Hee sangat bersimpati pada Baek Sang.
Dibandingkan dengan Baek Chun, Jo-Gol dan Yoon Jong lebih manusiawi. Tentu saja, ceritanya berubah ketika dia membawa Chung Myung, tapi dia bukanlah orang yang bisa dibandingkan dengan siapa pun.
“Dan apakah Sahyung satu-satunya masalah? Samae adalah hantu pedang, dan sekarang bahkan para bajingan Sajil mengayunkan pedang mereka seperti binatang kepada senior …….” –ucap Baek Sang
“…… Pasti sulit.” –ucap Gwak Hee
“Kau pikir itu hanya sulit?” –ucap Baek Sang
Baek Sang mengertakkan gigi.
“Aku tahu akan seperti ini, jadi aku melarikan diri ke Aula Keuangan sejak awal… tapi sial, apa gunanya melarikan diri? Aku pikir aku tidak perlu berlatih jika aku pergi ke Aula Keuangan. Tapi tidak aku masih harus berlatih, dan Aula Keuangan adalah masalah yang terpisah…” –ucap Baek Sang
“…….”
Tentu saja, itu adalah lelucon bahwa dia melarikan diri ke Aula Keuangan, tapi memang benar bahwa Baek Sang sedang berjuang dengan pelatihan dan pekerjaan Aula Keuangan.
“Sementara itu, Sahyung sibuk berlatih dan meninggalkan semua yang harus dia lakukan sebagai Daesahyung. Jika ada masalah, orang-orang yang seharusnya menemui Sahyung justru datang kepadaku dan mengeluh bahwa Sahyung sibuk dengan latihannya.” –ucap Baek Sang
“… Maafkan aku.” –ucap Gwak Hee
Gwak Hee entah bagaimana menjadi sangat menyesal saat diingatkan bahwa dia adalah salah satu dari mereka.
Baek Sang, yang lidahnya kelu, menghela nafas sambil meneguk minuman kerasnya.
“Tapi meskipun begitu.” –ucap Baek Sang
“Ya.” –sahut Gwak Hee
“Bukan artinya aku mengalami kesulitan.” –ucap Baek Sang
“…….”
Matanya melirik ke arah ruang perjamuan.
“Seperti yang aku katakan sebelumnya, orang-orang yang minum di sana tidak ceria karena mereka tidak punya pikiran. Aku yakin semua orang merasakan tekanan mereka sendiri.” –ucap Baek Sang
Gwak Hee mengangguk pelan.
“Gunung Hua semakin kuat dengan kecepatan yang sangat gila. Terkadang, aku merasa takut seperti yang kau rasakan. Aku takut suatu saat semua orang akan melewatiku dan hanya aku yang tersisa di sini. Aku takut aku tidak akan bisa memenuhi harapan minimum yang diberikan sekte padaku.” –ucap Baek Sang
“…… Ya, Sasuk.” –ucap Gwak Hee
Itu sepenuhnya mewakili kecemasan yang dirasakan Gwak Hee.
Tentu saja merupakan hal yang baik bahwa sekte ini semakin besar dan kuat.
Namun, dengan kata lain, itu berarti setiap orang memiliki lebih banyak beban dan beban yang harus ditanggung.
“Mungkin beban yang kau rasakan tidak akan pernah hilang. Tidak, mungkin itu akan bertambah besar.” –ucap Baek Sang
“Lebih besar lagi?” –tanya Gwak Hee
“Setiap kali kau menang, musuhmu akan selalu bertambah.” –ucap Baek Sang
Baek Sang berkata dengan tenang seolah-olah dia sudah memikirkan hal ini sejak lama.
“Di masa lalu, Gunung Hua hanya harus mengikuti orang-orang sebelum mereka. Ada Sekte Ujung Selatan dan Wudang di atas kita, jadi kita tidak akan rugi meskipun kita kalah.” –ucap Baek Sang
“…….”
“Tapi sekarang tidak lagi. Sekarang kita akan kehilangan sesuatu. Dan sekte lain akan mulai mengawasi kita dan mencari kesempatan.” –ucap Baek Sang
Baek Sang, yang berhenti bicara beberapa saat, menatap langit.
‘Aku tidak tahu itu sebelumnya.’ –batin Baek Sang
Seorang pendekar pedang bergengsi yang menggunakan pedang dengan penuh kemegahan. Ada kalanya dia hanya mengincar penampilan yang cemerlang.
Tapi sekarang dia tahu.
Apa yang ada di balik kemegahan itu.
Dan fakta bahwa Lima Pedang, yang sedang membangun reputasi mereka hingga mencapai titik cemerlang, tidak hanya merasa senang.
Sebaliknya, beban yang mereka rasakan akan berbeda dengan beban yang dirasakan oleh Baek Sang atau Gwak Hee.
“Lalu apa yang harus kulakukan?” –tanya Gwak Hee
“Apa?” –tanya Baek Sang
“Untuk meringankan beban ini ….” –ucap Gwak Hee
“Apa yang kukatakan tadi?” –ucap Baek Sang
Baek Sang menyeringai cerah pada Gwak Hee.
“Sudah kubilang jangan mengharapkan apapun dariku. Aku bukan orang yang bisa memberikan jawaban untuk itu.” –ucap Baek Sang
“…….”
Wajah Gwak Hee dengan cepat berubah masam. Ia tak mengerti kenapa Baek Sang menyeringai bahagia saat mengatakan hal itu.
“Tidak mungkin ada jawabannya.” –ucap Baek Sang
Baek Sang bergumam dengan nada cemberut.
“Bertahanlah dan bersabarlah.” –ucap Baek Sang
“…… Apa hanya itu.” –ucap Gwak Hee
“Apa menurutmu ada jawaban lain?” –tanya Baek Sang
Kekaguman kecil yang tersisa pada Baek Sang di salah satu sudut hatinya lenyap dengan gemerisik suara.
‘Apa dia selalu putus asa seperti ini?’ –batin Baek Sang
‘Kurasa dia tidak pernah seperti itu …..’ –batin Baek Sang
Rasanya seperti Chung Myungisasi Gunung Hua sudah terlalu jauh.
“Ada apa dengan matamu?” –tanya Baek Sang
“……Tidak. Tidak ada apa-apa.” –balas Gwak Hee
“Matamu aneh.” –ucap Baek Sang
“…….”
Gwak Hee mengalihkan pandangannya sekilas.
Kemudian, Baek Sang membuka mulutnya dengan nada yang sedikit berbeda dari sebelumnya.
“Pertama-tama.” –ucap Baek Sang
“Ya?” –sahut Gwak Hee
“Aku tak menyangka pria yang tak punya beban bisa menjadi lebih kuat.” –ucap Baek Sang
“…….”
Gwak Hee tersentak kaget.
Ucapan Baek Sang tadi terasa aneh di telinganya.
“Tidak merasa terbebani berarti tidak memiliki kekhawatiran, dan tidak memiliki kekhawatiran berarti tidak serius. Tidakkah kau lihat bagaimana mereka yang dengan santai menempa pedang mereka tanpa rasa khawatir hari ini?” –ucap Baek Sang
“… Itu benar.” –ucap Gwak Hee
Tentu saja, Wudang bukanlah orang yang bisa dengan mudah diremehkan.
Namun, perbedaan antara Gunung Hua, yang telah berjuang keras, dan Wudang, yang telah belajar pedang dengan semua latar belakang yang terjamin, cukup jelas bagi semua orang yang ada di sana untuk merasakannya hari ini.
“Itu selalu berat. Orang-orang di depan menyeret dengan gila, dan orang-orang di belakang mengikuti dengan gila.” –ucap Baek Sang
“…….”
“Tapi itu juga merupakan kebenaran bahwa kita, yang terjebak di tengah, datang ke sini bahkan sambil berjuang.” –ucap Baek Sang
“… Ya.” –ucap Gwak Hee
“Jadi, lebih khawatirlah.” –ucap Baek Sang
Sambil meminum minuman kerasnya, Baek Sang perlahan berdiri dan menegakkan duduknya.
“Karena mengkhawatirkan itu sendiri sangat berharga. Aku tidak tahu apakah kita akan menemukan jawaban yang jelas, tapi… bagaimanapun juga, tidak ada salahnya untuk merasa tertekan dan khawatir.” –ucap Baek Sang
“…….”
“Aku pergi. Ck. Aku sedang menikmati minuman yang enak tetapi kau malah datang.” –ucap Baek Sang
“Apa Sasuk akan pergi?” –tanya Gwak Hee
“Aku mau tidur. Aku hampir mati karena rasa sakit di tempat aku dipukul tadi.” –ucap Baek Sang
Baek Sang berbalik dan melambaikan tangannya tanpa menoleh ke belakang. Gwak Hee yang menatap kosong ke arah punggungnya, tanpa sadar meninggikan suaranya.
“Sa- Sasuk!” –panggil Gwak Hee
“Apa!” –sahut Baek Sang
Baek Sang memalingkan wajahnya dengan kesal. Gwak Hee menundukkan kepalanya dalam-dalam.
“…… Terima kasih.” –ucap Gwak Hee
“Persetan dengan ucapan terima kasih.” –ucap Baek Sang
Baek Sang, yang melambaikan tangannya seolah-olah merasa terganggu, melompat turun dari atap tanpa ragu-ragu dan berjalan dengan susah payah.
Baru setelah dia tidak lagi terlihat berjalan di antara paviliun, Gwak Hee kembali menunduk.
“… Itu tidak salah …….” –ucap Gwak Hee
Dia belum menemukan jawaban yang jelas, dan dia juga belum menyelesaikan kekhawatirannya tentang bagaimana melangkah maju. Tapi saat dia merenungkan kata-kata Baek Sang, dia merasa hatinya menjadi sedikit lebih tenang.
Menatap cahaya yang masuk dari ruang perjamuan, dia bergumam dengan tenang.
“Kita semua sama saja.” –gumam Gwak Hee
Semua orang membawa beban mereka sendiri.
Baek Sang, yang menoleh sedikit dan menatap ke atas atap, mendecakkan lidahnya pelan.
Itu adalah hal yang baik.
Sampai sekarang, hanya melakukan apa yang diminta darinya sudah cukup. Tapi sekarang dia tidak bisa lagi melakukan itu. Seiring tugas untuk Gunung Hua meningkat, dan karena murid-murid lain selain Lima Pedang memiliki tugas mereka sendiri untuk dilakukan, kekhawatiran ini hanya akan meningkat dan semakin dalam.
Dan mereka akan menjadi lebih kuat melalui kekhawatiran itu.
Tiba-tiba tubuh Baek Sang membeku mendengar suara yang tak asing lagi di telinganya. Berdiri diam untuk waktu yang lama, ia bertanya dengan suara getir tanpa menoleh ke belakang.
“Bagus sekali.” –ucap Baek Chun
“Apa kau melihat kami?” –tanya Baek Sang
“Ya.” –jawab Baek Chun
“… Sejak kapan?” –tanya Baek Sang
“Sejak awal.” –ucap Baek Chun
“Sejak awal?” –sontak Baek Sang
Kepalanya perlahan menoleh ke samping. Baek Chun tersenyum di bawah sinar rembulan.
“…… Tidak. Kenapa kau mengawasiku?” –tanya Baek Sang
“Aku keluar karena aku penasaran denganmu yang tiba-tiba keluar begitu saja.” –ucap Baek Chun
“Tapi kau tidak peduli ketika Sajenya pergi?” –tanya Baek Sang
“Saje ku tahu bagaimana cara untuk menangani dirinya sendiri, mengapa aku harus repot-repot?” –balas Baek Chun
“…….”
Wajah Baek Sang memerah.
“Kau seharusnya mengisyaratkan kalau kau ada di sana, sungguh!” –seru Baek Sang
“Haha.” –tawa Baek Chun
Baek Chun hanya tertawa tanpa menjawab, membuat Baek Sang semakin jengkel dan berbalik dengan frustasi.
Ia merasa malu karena rasanya semua orang mendengar semua pikirannya. Telinga dan lehernya terasa panas.
“Kau mau pergi kemana?” –tanya Baek Chun
“Aku mau ke kamarku!” –balas Baek Sang
“Secepat ini?” –tanya Baek Chun
“Sahyung menang dengan mudah, tapi aku dihajar habis-habisan! Aku akan beristirahat.” –ucap Baek Sang
“Tapi kita bisa minum sekali lagi, kan?” –tanya Baek Chun
Saat Baek Sang berbalik, Baek Chun melambaikan sebotol minuman keras di tangannya.
“Sudah lama sekali kita tak minum. Bagaimana?” –tanya Baek Chun
“…….”
Baek Sang yang menggaruk-garuk kepalanya menghela nafas seolah tak bisa menahannya.
“Lebih baik, jangan sebutkan apa yang kukatakan tadi.” –ucap Baek Sang
“Yah, kau tidak pernah tahu kapan alkohol akan membuatmu bicara lagi.” –ucap Baek Chun
Baek Chun mendekati Baek Sang dengan senyum tipis dan menepuk pundaknya.
Sama seperti dia yang putus asa untuk mendukung Chung Myung, murid-murid Gunung Hua yang lain melakukan yang terbaik di posisi masing-masing.
Saat dia menyadari hal ini sekali lagi, rasa syukur memenuhi hatinya.
Baek Chun yang menepuk pundak Baek Sang sekali lagi, berjalan pelan ke depan. Baek Sang menatap punggungnya dalam diam seperti itu.
“Apa kau tak mau?” –tanya Baek Chun
“… Aku akan ikut.” –balas Baek Sang
Tersenyum tanpa suara, Baek Sang berlari ke arah Baek Chun.
‘Ini berbeda.’ –batin Baek Sang
Benar, banyak yang telah berubah. Banyak yang telah berubah tak bisa dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.
Bahkan di masa depan, Gunung Hua akan berubah dengan cepat.
Mungkin akan sangat berbeda dengan apa yang Baek Sang ketahui.
Tapi pasti ada hal-hal yang tidak berubah.
Benar, Gunung Hua adalah Gunung Hua.
“Ayo, ayo pergi!” –seru Baek Chun
“Jangan tarik bajuku!” –teriak Baek Sang
Keduanya berjalan sambil bertengkar di saat bulan yang terang menyinari punggung mereka.
Cahayanya sangat terang, membuatnya tampak seperti segala sesuatu di dunia bersinar pada malam yang cerah ini.