Aku Tidak Ingat Kalau Kita Pernah Bertemu Dengannya. (Bagian 4)
Suara erangan keluar. Baek Chun menatap Im Sobyong dengan mata penuh belas kasihan.
Wajahnya, awalnya pucat dan tidak sehat, sekarang hampir kebiruan seolah setengah mati.
Tentu saja, penyakitnya tidak bertambah parah…….
Chung Myung terkikik dan menggosok kedua tangannya.
Tidak seperti Im Sobyong yang sedang sekarat, Chung Myung sangat bahagia.
“Hehe. Sudah kuduga, kau adalah Raja Nokrim, Aku kagum.” –ucap Chung Myung
Im Sobyong, yang dirampok semua uang daruratnya yang tersembunyi, terkulai di atas kursi. Kulit macan yang melambangkan kewibawaan Raja Nokrim, kini seolah memakan Im Sobyong.
Baek Chun akhirnya menggelengkan kepalanya.
Mereka mungkin serupa.
Mereka mungkin cocok.
Tapi bisakah ada dua orang seperti Chung Myung di dunia ini?
Dia belum mencarinya di dunia dan memeriksa semua orang, tetapi tidak akan pernah ada dua orang seperti dia. Ini adalah sesuatu yang bisa dipastikan oleh Baek Chun dengan sekuat tenaga.
Dan kesalahan Im Sobyong adalah dia tidak mengetahuinya.
“… Dojang.” –panggil Im Sobyong
Im Sobyong memelototi Chung Myung dengan mata penuh racun.
“Aku harap kau menepati janjimu!!” –seru Im Sobyong
“Ei. Tentu saja.” –ucap Chung Myung
Chung Myung terkikik dan tertawa.
Murid-murid Gunung Hua lainnya merasakan kesedihan dan kelegaan yang aneh pada saat yang bersamaan.
Mereka menyadari sekali lagi bahwa orang-orang di dunia sama di depan Chung Myung.
“Lalu, kapan aku bisa menerima barangnya?” –tanya Im Sobyong
“Aku akan mengirimkannya secara terpisah ketika aku tiba di Gunung Hua.” –ucap Chung Myung
“Ugh. Bisakah aku benar-benar mempercayaimu?” –tanya Im Sobyong
“Ei, kenapa aku harus berbohong ketika aku adalah seorang Taois?” –ucap Chung Myung
“Benar. Seorang Taoist…….” –ucap Im Sobyong
Gigi Im Sobyong bergertakan. Murid-murid Gunung Hua tahu apa kata yang telah dia telan bahkan tanpa mendengarnya.
‘Maafkan kami.’ –batin Baek Chun
Im Sobyong mengangkat tangannya dan mengusap wajahnya.
Kemudian, dia menatap Chung Myung melalui sela-sela jarinya.
‘Ya Tuhan, seorang pria yang menganut Tao malah seperti iblis…….’ –batin Im Sobyong
Tidak hanya uang yang dia peroleh dengan menggunakan statusnya sebagai Raja Nokrim, tetapi juga uang yang diwariskan dari pendahulunya dirampok. Apalagi, itu adalah jumlah yang harus dijual bahkan barang-barang di gudang Sanchae
Chung Myung menyeringai dan berkata.
“Aku kenal banyak pedagang. Aku akan membuatmu membayar sesuai itu. Haruskah aku segera memanggil mereka?” –tanya Chung Myung
“Dimana Hati Nuranimu…… Hati Nurani? uhuk! uhuk! uhuk! D- Dadaku! uhuk! uhuk!” –erang Im Sobyong
Im Sobyong memutar tubuhnya dan batuk. Akhirnya, Chung Myung mendecakkan lidah saat Im Sobyong memuntahkan darah.
“Tsk tsk tsk. Minum obatmu dan cepatlah sembuh. Hatiku hancur melihatmu seperti itu.” –ucap Chung Myung
“Ini! uhuk! Menurutmu ini karena siapa?” –ucap Im Sobyong
Im Sobyong membalik matanya dan mengarahkan jarinya ke arah Chung Myung. Pada tingkat ini, dia akan mati karena batuk sebelum memakan pil itu.
‘Orang Tao macam apa yang begitu kecanduan uang!’ –batin Im Sobyong
Bahkan pedagang yang rela masuk dan keluar neraka demi uang tidak akan seburuk ini.
Chung Myung hanya mengangkat bahu meskipun tahu dia kesal.
“Nah, nah, mari berpikir positif. Uang bisa dicari lagi. Tubuh tidak.” –ucap Chung Myung
Kata-katanya benar.
Salah satu alasan mengapa pria sialan itu begitu menyebalkan adalah karena hampir tidak ada yang salah dengan apa yang dia katakan. Dan alasan kedua adalah bagaimana dia menggunakan kata-kata yang tepat seperti itu.
“…….A- Air!” –seru Im Sobyong
“Ini dia!” –seru Jang Han
Jang Han berlari cepat dan mengulurkan botol labu.
Im Sobyong yang dengan cepat menyambar botol itu, menelan isi di dalamnya. Dan dia segera memutar tubuhnya dan memuntahkan semua air yang dia minum.
“Ini alkohol, bajingan sialan!” –teriak Im Sobyng
“Hah? Mu- mungkin salah? A-Aku sudah mempersiapkan keduanya.…!” –seru Jang Han
“uhuk! B- Batukku!” –seru Im Sobyong
Baek Chun menggelengkan kepalanya dengan tenang.
“Dia akan mati pada tingkat ini.” –ucap Baek Chun
Im Sobyong, yang menyeka sudut mulutnya, menghela nafas setelah lama menatap Chung Myung.
“… … Ngomong-ngomong, itu… … aku harap kau menepati janjimu.” –ucap Im Sobyong
“Tentu saja.” –ucap Chung Myung
Chung Myung mengangguk senang.
“Sebaliknya, tolong tepati janjimu, Raja Nokrim. Lagipula aku memberimu diskon khusus.” –ucao Chung Myung
“… … Jika tidak dipotong, Nokrim akan bangkrut.” –ucap Im Sobyong
Im Sobyong tersenyum pahit.
“Jika kau tidak sedang terburu-buru, maukah kau ikut denganku ke Gunung Hua? Aku bisa memberikannya kepadamu segera setelah kita sampai di sana.” –ucap Chung Myung
“Aku menolak.” –ucap Im Sobyong
Im Sobyong menggelengkan kepalanya dengan tegas dan keras atas kata-kata Chung Myung.
“Mengapa? Apa karena itu adalah Sekte Adil?” –tanya Chung Myung
“Bukannya tidak nyaman di Gunung Hua, hanya saja tidak nyaman pergi jauh-jauh ke Gunung Hua. Aku khawatir aku akan muntah dan mati bahkan sebelum aku sampai di sana!” –seru Im Sobyong
Itu tentu masuk akal. Jo-Gol mengangguk pelan.
“Dia orang yang cerdas.” –ucap Jo-Gol
“Bijak.” –ucap Baek Chun
“Dia memang seorang sarjana.” –cuap Yoon Jong
Dia tidak mengenakan seragam Cendekia itu tanpa alasan.
“Bagaimanapun.” –ucap Im Sobyong
Im Sobyong mengayunkan kipas tanpa membukanya.
“Ini pertama kalinya dalam hidupku aku melihat seseorang datang ke Nokrim dan merampok uangku. Pasti ada alasan mengapa nama “Gunung Hua” terdengar begitu akrab akhir-akhir ini.” –ucap Im Sobyong
“Yah, itu normal.” –ucap Chung Myung
“Hnngggh, aku seharusnya tidak terlibat denganmu.” –ucap Im Sobyong
Saat Im Sobyong menghela nafas dengan penyesalan, Chung Myung menggulung sudut mulutnya.
“Jangan gugup. Kami memiliki bisnis yang menguntungkan.” –ucap Chung Myung
“…….”
Wajah Im Sobyong yang sedikit mengeras seketika tersentak.
“Aku akan berhenti di sini mempertimbangkan hubungan di masa depan. Sebaliknya, jangan lupa bahwa kami menjagamu.” –ucap Chung Myung
“Hoho.” –tawa Im Sobyong
Mendengar perkataan Chung Myung, Im Sobyong hanya tertawa ringan, tanpa banyak bicara.
“Tentu.” –ucap Im Sobyong
Setelah menyelesaikan apa yang harus dia katakan, Chung Myung berbalik.
“Aku akan mempercayaimu untuk menepati janjimu. Aku akan mengirimimu barang segera setelah aku kembali ke Gunung Hua.” –ucap Chung Myung
“Dojang.” –panggil Im Sobyong
Im Sobyong kemudian memanggilnya dengan suara lebih rendah dari sebelumnya.
“Apa yang Dojang coba lakukan?” –tanya Im Sobyong
Itu adalah pertanyaan acak. Mereka yang telah mendengarkan percakapan sejauh ini memiringkan kepala mereka tanpa memahami artinya.
“Aku tidak tahu.” –jawab Chung Myung
Tapi Chung Myung mengangkat bahu dengan ringan seolah dia mengerti maksud dari pertanyaan itu.
“Aku hanya mengatakan mari kita berteman.” –ucap Chung Myung
“…benarkah hanya itu saja?” –tanya Im Sobyong
Chung Myung balas menatap Im Sobyong.
Matanya sepertinya tidak banyak berubah. Tapi cengkeraman Im Sobyong tanpa sadar menjadi tegang.
Kkuk .
Kipasnya bengkok.
Chung Myung segera menyeringai.
Saat Chung Myung berjalan, murid-murid Gunung Hua menundukkan kepala ke arah Raja Nokrim dan mengikutinya keluar.
“…….”
Im Sobyong menatap Chung Myung dalam diam untuk beberapa saat.
“…Apakah ada masalah?” –tanya Jang Han
Dia menggelengkan kepalanya pelan ketika Jang Han bertanya dengan heran.
“Tidak, tidak apa-apa.” –jawab Im Sobyong
Tapi wajahnya mengandung cahaya yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.
Sorot mata dingin Chung Myung yang sempat ia lihat beberapa waktu lalu seakan tak pernah bisa dilupakan.
“Hyung-nim! Apakah kau benar-benar akan pergi seperti ini?”-tanya Jang Han
Jang Han berteriak dengan suara keras. Chung Myung yang berada di gerobak menutupi telinganya dengan ekspresi jijik.
“Berbicaralah dengan pelan!” –teriak Chung Myung
“A-aku minta maaf. Suaraku sangat keras.” –ucap Jang Han
“Ck.”
Semakin dia melihatnya, semakin mirip Jang Han dengan Yasugungju.
“Jika seorang Taois tinggal di Sanchae untuk waktu yang lama, tidak ada kabar baik yang akan keluar darinya. Urusanku sudah selesai, jadi aku harus segera pergi.” –ucap Chung Myung
“Itu benar, tapi …….” –ucap Jang Han
Jang Han memandang Chung Myung dengan wajah penuh kesetiaan dan penyesalan, lalu mengangkat bahunya yang besar.
“Jika aku bisa, aku juga ingin ikut ke Gunung Hua, tapi…….” –ucap Jang Han
“Hentikan.” –ucap Chung Myung
Chung Myung yang terkejut melambaikan tangannya.
“Bahkan ada pengemis di gunung, tidak ada gunanya bagi siapa pun untuk menempatkan bandit di sana.” –ucap Chung Myung
Itu benar. Namun demikian, dia masih mendecakkan bibirnya seolah dia kecewa.
“Sampai jumpa lagi.” –ucap Chung Myung
“Ya, Hyung-nim! Aku akan menunggu!” –seru Jang Han
Itu benar-benar pemandangan yang penuh persahabatan. Baek Chun dan kelompoknya tertawa riang saat mereka bersiap untuk menarik gerobak.
‘Baru dua hari sejak mereka bertemu satu sama lain.’ –batin Baek Chun
‘Kau terlihat seperti anak-anak berusia sepuluh tahun.’ –batin Baek Chun
Jang Han, yang berukuran dua kali Chung Myung, memanggilnya Hyung, dan Chung Myung, yang menerima begitu saja, semuanya tidak biasa.
Semua orang yang datang untuk melihat mereka juga berbicara dengan takjub melihat pemandangan itu. Pemandangan pria yang dikenal sebagai Jang Han, salah satu dari Sepuluh Bayangan Nokrim, berbicara dalam posisi yang lebih rendah kepada Pendeta Tao Gunung Hua, tampak asing dan aneh.
Hong Dae-gwang menyipitkan matanya dan berpikir.
‘Segera, nama Naga Gunung Hua akan menyebar ke seluruh Nokrim.’ –batin Hong Dae-gwang
Dia tidak meragukan ketulusan Jang Han. Namun, tampaknya semua ini tidak semata-mata terdiri dari kesetiaan murni Jang Han.
“Hati-hati di jalan.” –ucap Im Sobyong
Raja Nokrim. Tidak, Im Sobyong, yang menyamar sebagai Yuk Sobyong, masuk dan menyapa Chung Myung.
“Jaga dirimu baik-baik.” –ucap Chung Myung
“Aku tidak akan pernah mati sebelum kau kembali.” –ucap Im Sobyong
Chung Myung dan Im Sobyong saling bertukar pandang. Seolah-olah tidak ada lagi kata-kata yang dibutuhkan.
“Kalau begitu ayo pergi! Sasuk, Sago, Sahyung!” –seru Chung Myung
Dengan rintihan singkat, gerobak itu bergerak perlahan dan segera mulai meninggalkan Daehochae.
“Hati hati!” –seru seorang bandit
“Hidup Gunung Hua!” –sorak para bandit
“Hidup Naga Gunung Hua!” –sorak para bandit
Sorakan keras dan perpisahan datang dari belakang mereka. Duduk di gerobak, Chung Myung melambai dengan santai ke bandit Daehochae.
“…Kita Seperti Raja Bandit yang sedang meninggalkan gunung.” –ucap Baek Chun
“Benar.” –ucap Jo-Gol
Murid-murid Gunung Hua hanya menghela nafas dan bergegas berdiri.
Melihat gerobak bergerak menjauh, Im Sobyong membuka kipasnya. Tatapannya tetap tertuju hingga gerobak menghilang dari pandangan.
“Anginnya dingin.” –ucap Im Sobyong
Harimau Malam mendekati Im Sobyong dan berbicara kepadanya dengan cemas.
“Angin …….” –ucap Gwak Nim
Im Sobyong, bagaimanapun, hanya mengatakan hal-hal yang tidak ingin dia lihat lebih dalam.
“Ya, itu angin.” –ucap Im Sobyong
“…….”
“Angin akan bertiup. Ini angin yang tepat.” –ucap Im Sobyong
“Maksudmu Gunung Hua?” –tanya Gwak Nim
Dia mengangguk pelan pada pertanyaan itu. Dan dia membuka mulutnya dengan ekspresi serius di wajahnya.
“Harimau Malam.” –panggil Im Sobyong
“Ya.” –sahut Gwak Nim
“Kapan terakhir kali Fraksi Jahat dan Fraksi Adil bergabung?” –tanya Im Sobyong
“Itu … bukankah itu terjadi di masa lalu ketika Sekte Iblis mengobarkan perang? Pada saat itu, hal itu tidak dapat dihindari.” –jawab Gwak Nim
Im Sobyong mengangguk,
“Memang bahwa Gunung Hua akhir-akhir ini sibuk berkeliling dunia.” –ucap Im Sobyong
“Bukankah ini tentang melakukan bisnis dan berkembang?” –tanya Gwak im
“Bersama kami, Sekte Jahat?” –tanya Im Sobyong
“…… itu…….” –ucap Gwak Nim
Harimau Malam menutupi akhir kata-katanya. Im Sobyong menggelengkan kepalanya dan berkata.
“Ada banyak pilihan lain. Tapi pemuda itu bersikeras mengajak kami masuk. Dan kemudian….” –ucap Im Sobyong
Dia menelan kata berikutnya.
‘Menawarkanku Pil Chaos Origin.’ –batin Im Sobyong
Faktanya, ada banyak cara untuk berpegangan tangan meski Chung Myung tidak memberinya Pil Chaos Origin. Jika Chung Myung tidak mengeluarkannya dari mulutnya, dia tidak akan tahu sampai dia meninggal bahwa ada pil seperti itu di Gunung Hua.
Meskipun dia mengambil sejumlah besar uang, nilai Pil Chaos Origin bukanlah sesuatu yang bisa diukur dengan uang untuk Im Sobyong.
“Dia menarik orang, bukan dengan keadilan dan sejarah. Dia memberi bantuan dan menjaga hubungan tetap berjalan.” –ucap Im Sobyong
Mata Im Sobyong bersinar biru,
“Seolah-olah dia sedang mempersiapkan sesuatu yang besar yang akan datang.” –ucap Im Sobyong
“Jika itu sesuatu yang besar …….” –ucap Gwak Nim
Harimau malam bertanya dengan hati-hati, tapi Im Sobyong dengan lembut menurunkan matanya dan menggelengkan kepalanya,
“Aku tidak tahu.” –ucap Im Sobyong
“…….”
“Tapi aku tahu satu hal. Orang seperti itu seharusnya tidak dinilai hanya dari penampilan mereka. Bahkan jika sekarang tampaknya sia-sia, di masa depan, akan selalu ada alasan untuk semua tindakan itu.” –ucap Im Sobyong
“Akankah pemuda Tao itu bisa lolos dari rencana Byongsosaeng?” –tanya Gwak Nim
“Seorang Taois muda …….” –ucap Im Sobyong
Im Sobyong menyeringai,
“Tidak peduli seberapa ganasnya binatang itu, pada akhirnya kau bisa menjinakkannya. Tapi naga adalah naga karena orang tidak bisa menjinakkannya. Tidak ada bedanya meski masih muda.” –ucap Im Sobyong
“…….”
Im Sobyong, yang menggumamkan kata-kata tidak berarti sampai akhir, perlahan berbalik.
Wajah Im Sobyong tampak mengeras.
Bahwa sesuatu yang cukup besar untuk melahap dunia akan terjadi lagi?
Dia mengerang pelan.
“Jika hujan datang, kau harus bersembunyi di bawah atap.” –gumam Im Sobyong
Bahkan jika ada bunga plum berwarna merah darah di atapnya.