Pilih Shaolin atau yang Lainnya? (bagian 5)
“Kita sampai ke final.” -ucap murid
“Gila. Ini benar-benar final.” -ucap murid
“…… Tidak, jika dipikir-pikir, itu wajar saja…….” -ucap murid
Murid-murid Gunung Hua menggelengkan kepala ketika mereka melihat Chung Myung tertidur di sudut.
“Karena dia bukan manusia.” -ucap murid
Kalau dipikir-pikir, semua orang yang mengincar posisi pemenang sebelum kompetisi kini telah jatuh.
Namgung Dohui dari Keluarga Namgung dihancurkan di tangan Chung Myung, sementara Jin Geum Ryong dari Sekte Ujung Selatan bahkan dikalahkan oleh Baek Chun dan tersingkir.
Wudang melakukan yang terbaik, tetapi pada akhirnya, mereka gagal bahkan melewati perempat final, dan bahkan Keluarga Peng, yang sangat dinanti, kalah dari Yoo Iseol dan kehilangan muka mereka.
Begitulah biasanya kompetisi diadakan.
Siapa yang akan tertarik dengan persaingan jika mereka yang dianggap kuat bangkit dan menang dengan mudah?
Persaingan selalu disertai dengan kejadian tak terduga dan munculnya penantang monster baru.
Itu sebabnya semua orang Kangho tergila-gila padanya.
Pada akhirnya, yang tersisa di akhir panggung adalah Chung Myung, yang disebut-sebut sebagai bintang yang sedang naik daun, dan Hye Yeon, yang hampir tidak dikenal sebelum kompetisi.
Siapa di dunia ini yang akan membayangkan hasil seperti itu?
“Dia benar-benar monster.” -ucap murid
“Sekali-sekali, aku bertanya-tanya apakah dia benar-benar manusia.” Ucap murid
Murid-murid Gunung Hua berbicara seolah-olah mereka muak dengannya, tetapi yang mengejutkan, wajah mereka semua dipenuhi dengan kebanggaan.
Mengapa tidak?
Monster Gunung Hua menjadi monster dunia.
“Orang-orang di dunia harus menderita sesekali.” -ucap murid
“Dengan begitu, mereka bisa memahami perasaan kita meski sedikit saja.” -ucap murid
Baek Chun menyeringai ketika dia mendengarkan percakapan itu. Tapi pikiran Baek Chun juga tidak jauh berbeda.
“Kita benar-benar mencapai titik ini.” -gumam Baek Chun
Tidaklah mudah untuk melakukan apa yang mereka anggap remeh.
Namun, Chung Myung melakukan semua itu tanpa banyak masalah sampai sekarang dan akhirnya mencapai final.
Berapa banyak hal yang berubah selama ini?
Sebelum memasuki Shaolin, memang Gunung Hua hanya diperlakukan sebagai sekte rendahan.
Bahkan dengan catatannya mengalahkan Sekte Ujung Selatan di Konferensi, mereka tetap diberi plakat perak, bukan emas.
Bahkan ketika dia datang ke Shaolin, dia tidak pernah menerima pandangan atau harapan yang baik sampai pertandingan dimulai.
Tapi sekarang semua sekte di dunia memperhatikan Gunung Hua.
Di depan kediaman mereka, hadiah menumpuk bahkan pada saat ini, dan ketika mereka berjalan di jalan, mereka yang mengenali jubah Gunung Hua membuat pandangan kagum di mata mereka.
Terkadang mereka malu dengan tatapan yang tidak mereka kenal, tetapi memang ada saat-saat ketika mereka bangga.
“Fakta bahwa kita mendapatkan ketenaran benar-venar membuat perbedaan seperti ini.” -gumam Baek Chun
Sepertinya dia bisa mengerti mengapa orang Kangho bahkan bertarung dengan pedang mereka untuk reputasi yang begitu kecil.
Di Kangho, ketenaran bukan hanya faktor yang membuat mereka mengangkat bahu.
Ketenaran memberikanmu hak untuk berbicara lebih.
Sama seperti mereka yang dihancurkan oleh nama Shaolin ketika mereka datang ke sini, orang-orang yang melihat Gunung Hua sekarang merasa tertekan dengan nama Gunung Hua.
“Samae, apa kau baik-baik saja?” -tanya Baek Chun
Yoo Iseol sedikit mengangguk pada pertanyaan Baek Chun.
“Aku baik-baik saja.” -ucap Yoo Iseol
Ada perban yang melilit ujung pakaiannya, tapi Yoo Iseol terlihat tenang seolah itu tidak penting.
Tapi Tang So-so sepertinya tidak puas dengan jawabannya.
“Apa maksudmu baik-baik saja? Kata dokter kau harus istirahat selama sebulan!” -seru Tang So-soo
“Dia cuma Dukun.” -ucap Yoo Iseol
“Dia Yakdangju-nya Shaolin!” -seru Tang So-soo
“Terdengar seperti dokter tanpa otak bagiku.” -ucap Yoo Iseol
“…….”
‘Eh …’ -batin Tang So-soo
‘Apakah Iseol Sago …… dia jadi sakit hati terhadap Shaolin setelah pertandingan dengan Hye Yeon tadi?’ -batin Tang so-soo
Sementara Tang So-soo ragu-ragu, Baek Chun menggelengkan kepalanya dan berkata.
“Aku senang Kau baik-baik saja, tetapi jangan berlebihan. Lebih penting untuk mengobati lukamu sepenuhnya. Jika Kau tidak tahan dengan frustrasi jangka pendek, Kau akan menderita untuk waktu yang lama. Semoga saja tidak.” -ucap Baek Chun
“Aku akan mengingatnya.” -ucap Yoo Iseol
“Bagus.” -ucap Baek Chun
Di akhir kalimat, Baek Chun bangkit dari tempat duduknya.
“Semuanya, tunggu.” -ucap Baek Chun
Semua orang yang berkumpul di aula mengangkat kepala mereka dan menatapnya. Dia membuka mulutnya dengan serius saat mata mereka tertuju padanya.
“Semua orang telah bekerja keras.” -ucap Baek Chun
Itu adalah suara yang lembut tapi kuat.
“Ini mungkin yang harus aku katakan setelah final. Tetapi meskipun kita menang atau tidak, aku pikir lebih baik mengatakan ini sebelumnya. Semua orang telah bekerja sangat keras.” -ucap Baek Chun
“Tidak, Sahyung.” -ucap para murid
“Terima kasih, Sasuk!” -ucap para murid
“Bagus.” -ucap Baek Chun
Baek Chun tersenyum ringan dan melanjutkan kalimatnya.
“Kita telah memperoleh banyak hal dan pengalaman dengan datang ke sini. Kita masih memiliki pertandingan final, tetapi apapun hasilnya tidak masalah. Yang penting adalah apa yang kita pelajari dari kompetisi ini. Mari berjuang. Jika kita bisa lebih kuat berdasarkan apa yang telah kita peroleh di sini, Gunung Hua akan benar-benar mendapatkan kembali kejayaannya di masa lalu.” -ucap Baek Chun
“Ya!” -seru para murid
“Aku akan mengingatnya.” -seru murid
Murid Gunung Hua mengangguk dengan tekad.
Pada saat itu, Tetua Sekte dan Tetua lainnya yang turun ke bawah berhenti berjalan. Kemudian mereka perlahan naik ke atas lagi dan berbisik.
“Sepertinya kita tidak perlu bicara.” -ucap Tetua Sekte
“Benar.” -ucap Tetua Keuangan
Tetua Sekte tersenyum cerah.
“Mereka telah tumbuh.” -ucap Tetua Sekte
Tentu saja, di masa lalu, murid-murid Gunung Hua termotivasi. Tapi rasanya mereka tidak berjalan lurus ke mana mereka harus pergi.
Angin hangat bertiup melalui dada Tetua Sekte.
Melalui kompetisi ini, mereka semakin berkembang. Kini, mereka sudah mulai berjalan di jalurnya masing-masing tanpa harus menyeret mereka lagi.
Dia menyeka sudut matanya.
“Aku tidak menyesal.” -ucap Tetua Sekte
Direklamasi dan bekerja keras, dan sekarang membuktikan.
Jika leluhur Gunung Hua sedang menonton dari Surga, tidakkah mereka semua akan tertawa dan memuji mereka atas pekerjaan baik mereka?
Jadi sekarang, dengan hati yang bangga …….
“Apa katamu?” -ucap Chung Myung
Pada saat itu, dia bisa mendengar suara gunung pecah sekaligus.
“…….”
Tetua, yang telah saling memandang dengan mata hangat, melihat ke bawah dengan mata gemetar.
“Apa? Apakah maksudmu aku tidak bisa menang? Gakkk Bisaaaa menangggg?” -ucap Chung Myung
Begitu mereka mendengar suara kasar Chung Myung, para tetua saling memandang lagi dan tersenyum hangat.
“…Sekarang aku memikirkannya, sepertinya ada dokumen yang perlu aku selesaikan.” -ucap Tetua Sekte
“Oh, kebetulan aku punya sesuatu untuk dikerjakan.” -ucap Tetua Keuangan
“Ummm. Kalau dipikir-pikir, aku juga.” -ucap Hyun Sang
Setelah bertukar pandang, Tetua Sekte dan Tetua lainnya menyelinap menjauh dari tangga dan menuju ke kamar mereka sendiri seolah-olah mereka memiliki isi pikiran yang sama.
“Maaf, murid-muridku.” -gumam Tetua Sekte
Mata Tetua Sekte, yang dengan jelas memperlihatkan penyesalan, tetapi kakinya dengan kuat dan cepat menuju ke kamar.
Di lantai bawah, Chung Myung, yang tiba-tiba terbangun, membuka matanya.
“Omong kosong apa yang kau katakan dengan sepenuh hati!? Jika kau datang jauh-jauh ke sini, kau harus menang!” -seru Chung Myung
Baek Chun tersenyum pelan pada Chung Myung.
Banyak yang telah berubah untuk Gunung Hua dalam kompetisi ini. Tidak aneh jika dia mengatakan bahwa semuanya telah berubah dibandingkan ketika mereka pertama kali datang ke sini.
“kepribadianmu itu tidak berubah sedikit pun.” -ucap Baek Chun
Pada titik ini, dapat dikatakan bahwa itu adalah pohon yang selalu hijau di dunia manusia. Masalahnya adalah bahwa konsistensi selalu menunjuk ke arah yang salah. (Orang Korea menganggap pohon cemara sebagai simbol keteguhan dan kewajiban yang tidak berubah)
“Chung Myung-ah.” -panggil Baek Chun
“Apa?” -sahut Chung Myung
“Aku tidak meragukan kemenanganmu, tetapi yang ingin ku katakan adalah meskipun kami tidak menang, kami tidak akan rugi banyak. Bukankah runner-up masih merupakan pencapaian yang bagus? Kami tidak ingin membebanimu…….” -ucap Baek Chun
“Omong kosong apa yang kau bicarakan?” -balas Chung Myung
“……Hah?” -ucap Baek Chun
Mata Chung Myung berkilat.
“Dunia tidak mengingat seseorang yang berada di tempat kedua! Mereka hanya mengingat orang yang berada di tempat pertama! Kau tidak melupakan apa yang terjadi pada Sekte Ujung Selatan, yang berada di urutan kedua di Konferensi, kan?” -ucap Chung Myung
“…… Apakah itu dapat disebut tempat kedua?” -ucap Baek Chun
Ada dua kontestan.
“Pokoknya, tempat kedua tidak berarti apa-apa! Sekarang begini, kita harus menang. Orang-orang di dunia berpikir bahwa tempat kedua sama saja seperti yang terakhir!” -ucap Chung Myung
Heo Do-jin, Pemimpin Sekte Wudang, yang dijuluki sekte kedua di dunia, tidak akan mengatakan apa-apa dan akan mencoba meraih leher belakang Chung Myung ketika dia mendengar itu.
“Dan!” -ucap Chung Myung
“Ya?” -sahut Baek Chun
“Jika mereka menang, mereka akan tersenyum sangat lebar dan berkata,
“Kau melakukannya dengan baik.”
Tapi aku tidak ingin melihat itu. Aku lebih suka mencungkil mataku daripada melihatnya!” -ucap Chung Myung
Baek Chun kembali menatap Sahyung.
Mereka semua.
‘Betul sekali.’ -batin Baek Chun
Dia tersenyum pada Chung Myung.
Baek Chun, yang terbatuk pelan, membuka mulutnya dan menatap langsung ke arah Chung Myung.
“Kalau begitu aku akan bertanya.” -ucap Baek Chun
“Hah?” -sahut Chung Myung
“Apakah kau yakin akan menang?” -tanya Baek Chun
“…….”
Dahi Chung Myung sedikit menyempit.
“Hei, Sasuk.” -panggil Chung Myung
“Ya?” -sahut Baek Chun
“Kau sepertinya berada di bawah semacam delusi sekarang …..” -ucap Chung Myung
Lalu dia berkata sambil mengacak-acak rambutnya yang berantakan.
“Menang di sini tidak berarti apa apa” -ucap Chung Myung
“…….”
“Ini benar-benar hanya sebuah kompetisi. Kekuatan sebenarnya dari setiap sekte ada pada murid kelas satu dan Tetuanya. Bahkan jika kita menang di sini, itu hanya akan membawa ketenaran tetapi tidak membuat kita mampu mengejar Sepuluh Sekte Besar.” -ucap Chung Myung
Baek Chun menutup mulutnya.
Kata-kata Chung Myung membawanya ke kenyataan sekaligus.
“Bintang baru terkuat? Memang ada kemungkinan, tapi itu tidak menjamin masa depan mu sendiri. Itu hanya proses yang kita lalui. Jika Sasuk tidak menjadi lebih kuat setelah kompetisi ini, bukankah Sasuk akan jadi bahan ejekan di masa depan?” -ucap Chung Myung
Rasanya seperti benang yang telah dilonggarkan diperketat kembali.
“Kompetisi ini hanyalah titik awal untuk Gunung Hua. Aku adalah orang yang tidak pernah melewatkan satu hal pun di atas meja, jadi aku akan mengambil semuanya dan naik lebih tinggi.” -ucap Chung Myung
“……Ya. Kau bahkan tidak akan melewatkan botol anggur di bawah meja.” -ucap Baek Chun
“Hehe. Aku sedikit malu jika kau memujiku seperti itu.” -ucap Chung Myung
“Itu bukan pujian, brengsek.” -ucap Baek Chung
Baek Chun menyeringai melihat penampilan Chung Myung, yang tampak benar-benar malu.
“Benar, ini hanya batu loncatan.” -ucap Chung Myung
Ada banjir pekerjaan yang harus diselesaikan.
Karena keinginan mereka adalah menjadikan Gunung Hua sebagai sekte terbaik di dunia, ini baru permulaan.
‘Tetapi….’ -batin Baek Chun
Baek Chun tidak bisa menghapus satu kecemasan yang tumbuh di hatinya.
‘Bisakah Chung Myung benar-benar mengalahkan Hye Yeon?’ -batin Baek Chun
Chung Myung adalah monster. Karena dia terlalu kuat.
Namun, setelah melihat kemampuan Kekuatan Tertinggi Hye Yeon, muncul pertanyaan mendasar.
‘Bisakah dia benar-benar menangani Seni Bela Diri Unik Tujuh Puluh Dua Shaolin dengan seni bela diri Gunung Hua saja?’ -batin Baek Chun
Ini adalah masalah tersendiri.
Misalkan yang satu memegang pedang panjang dan yang lain memegang pedang kertas. Dalam hal ini, kemenangan atau kekalahan akan ditentukan terlepas dari skill.
Tidak peduli seberapa kuat Chung Myung, bukankah ada kemungkinan kalah dari Hye Yeon jika seni bela diri Shaolin mengungguli Gunung Hua?
Dalam benak Baek Chun, adegan energi pedang Yoo Iseol yang meleleh seperti salju di depan kemampuan Kekuatan Tertinggi Hye Yeon kembali muncul di benaknya.
“Chung Myung, ini……” -ucap Baek Chun
Itu dulu.
Bam!
Pintu terbuka dengan keras dan Baek Sang melompat masuk dengan wajah merenung. Melihat sekeliling seolah-olah dia sudah gila, dia menatal Baek Chun dan berteriak seolah-olah dia telah melihat hantu.
“Sa-Sahyung!” -seru Baek Sang
Merasakan sesuatu yang tidak biasa, Baek Chun bertanya.
“Apa yang sedang terjadi?” -tanya Baek Chun
“Ta-Tamu! Ada tamu!” -seru Baek Sang
“Apa?” -sontak Baek Chun
Baek Chun memiringkan kepalanya.
Dia membanting pintu seolah-olah dia telah melihat hantu dan mengatakan seorang tamu datang. Siapa tamu yang membuatnya membuat keributan seperti itu?
“Siapa?” -tanya Baek Chun
“I-Itu….” -ucap Baek Sang
Pada saat itu, keduanya perlahan masuk melalui pintu yang terbuka lebar.
Setelah melihat wajah mereka, Baek Chun membuka mulutnya lebar-lebar.
“Ba-Bangjang?” -ucap Baek Chun
Jika matanya tidak salah, itu adalah Bop Jeong, Bangjang Shaolin, yang saat ini memasuki pintu sekarang.
Dan…….
“Hye Yeon?” -ucap Baek Chun
Orang yang berdiri di sampingnya pastilah Hye Yeon.
Mata Chung Myung sedikit melebar juga.
‘Hah yang benar saja.’ -batin Chung Myung
‘Kenapa kalian tiba-tiba ada di sini? -batin Chung Myung
‘Hah?’ -batin Chung Myung