Join channel kami untuk informasi ter-update: Channel Telegram Tetua Sekte
Project utama: Return of Mount Hua Sect Bahasa Indonesia
MANHWA CHAPTER 77 lanjut baca di novel Chapter 124, gas kan!

Return of The Mount Hua – Chapter 381

Return of The Mount Hua – Chapter 381

Jika Hantu Itu Mati Maka akan Ada Seorang Pria yang Mati Juga. (Bagian 1)

 

Ruang glamor yang tak tertandingi.

 

Pilar-pilar yang dicat ungu dan sutra berkualitas tinggi yang menghiasi seluruh ruangan membangkitkan kekaguman.

 

Dan perabotan serta ornamen mewah yang sekilas terlihat mahal membuktikan betapa kayanya sang pemilik.

 

Namun, ada hal lain yang paling tidak biasa dan menarik perhatian.

 

Pada platform yang indah ada tangga yang tampaknya cocok dengan singgasana besar itu.

 

Tentu saja, ini juga terbuat dari sutra mahal, tapi itu terasa tidak cocok dengan tempatnya, tapi memang benar itu membawa rasa ketidakcocokan yang halus.

 

Dan.

 

Seorang pria berbaring dengan dagunya di atas meja lebar.

 

Kain panjang putih murni yang dikenakan di seluruh tubuh disulam dengan naga emas, dan tangan yang mencuat dari lengan baju penuh dengan cincin dengan permata berwarna-warni.

 

Rambutnya yang disisir rapi hingga tidak ada sehelai rambutnya pun yang rontok ditarik rapi ke atas dan dihiasi mahkota berwarna putih bersih.

 

Dan wajah putih bersih di bawahnya kencang tanpa kerutan.

 

Itu adalah sosok yang sangat berkilauan, tetapi tidak ada yang akan menertawakan wajah pria itu.

 

Ini karena pria ini adalah Jang Ilso Tuan Besar, Pemimpin dari Myriad Man House yang mengguncang dunia.

 

“Hmm.”

 

Jang Ilso mengeluarkan suara yang menandakan dia sedikit bosan. Untuk menyamai penampilannya yang dihias dengan indah, ada kelesuan yang dalam di matanya.

 

“Jadi?” -tanya Jang Ilso

 

“Pe -Pemimpin …….” -tanya Bang Seung

 

Tubuh Bang Seung bergetar seperti pohon aspen.

 

Dia, yang tidak putus asa bahkan di depan Pedang Ular Merah Yo-pyong, berkeringat deras di seluruh tubuhnya seolah-olah dia telah bertemu dengan Raja Yama.

 

“Sekte Ujung Selatan memasuki masa Pengasingan dan kemudian kalian dipukuli dan diusir dari Xian tanpa belas kasihan seperti anjing?” -tanya Jang Ilso

 

“I- Itu… K- Kami tidak menyangka Gunung Hua ada di sana.….” -ucap Bang Seung

 

“Aku kira tidak demikian.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso memotong kata-kata Bang Seung dengan acuh tak acuh.

 

“Tidak peduli seberapa bodohnya kau, kau tidak mungkin tidak tahu bahwa Sekte Gunung Hua ada di Xian. Kau hanya berpikir itu tidak akan menjadi masalah besar bahkan jika ada Gunung Hua. Bukankah begitu?” -ucap Jang Ilso

 

“I- Itu benar! Tolong ampuni aku!” -ucap Bang Seung memelas

 

Bang Seung ketakutan dan meletakkan dahinya di tanah. Punggungnya yang gemetar menunjukkan betapa ketakutannya dia.

 

Jang Ilso perlahan melambaikan tangannya.

 

“Mungkin aku akan memaafkanmu.” -ucap Jang Ilso

 

Suara benturan ornamen terdengar.

 

“Penilaiannya tidak buruk. Benar, penilaiannya tidak terlalu buruk. Aku akan berpikir terlebih dahulu sebelum berangkat ke Xian jika ada lebih dari dua sekte besar.” -ucap Jang Ilso

 

“Te- Terima kasih, Bangju-nim.” -ucap Bang Seung

 

“Tapi kau tahu apa?” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso perlahan mengangkat tubuhnya.

 

Gerakan ringan darinya, menyebabkan gelombang pada jubah putih nya hingga terlihat baju berwarna merah didalamnya.

 

“Apa yang terjadi berikutnya adalah masalahnya.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso tersenyum.

 

Matanya, yang tipis seolah-olah telah menarik garis, menarik busur lembut seperti bulan sabit.

 

“Kalian dengan penuh kebanggakan memasuki Xian lalu dipukuli oleh anak-anak kecil dari Gunung Hua …. dan idiot itu menghajar kalian secara sepihak, lebih dari itu, Dantiannya dirusak!!?” -ucap Jang Ilso

 

“I-Itu….” -ucap Bang Seung tergagap

 

“Benar, mungkin. Itu memang mungkin terjadi.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso perlahan berdiri.

 

“Ngomong-ngomong, ada yang masih belum aku mengerti, Bang Seung.” -ucap Jang Ilso

 

“Ya! Bangju-nim!” -seru Bang Seung

 

Dan dia menatap Bang Seung.

 

“Mengapa kau masih hidup?” -tanya Jang Ilso

 

“…….”

 

Itu adalah suara yang lembut.

 

Suara yang tidak mengandung sedikit pun celaan. Sepintas, itu terdengar seperti kata-kata hangat untuk memberkati kerabat seseorang.

 

Namun, begitu mendengar suara itu, tubuh Bang Seung mulai mendingin seolah-olah telah dilempar ke dalam gua es.

 

“Ba-Bangju-nim …….” -ucap Bang Seung

 

“Oh, sulit dimengerti saat aku mengatakan ini, bukan?” -ucap Jang Ilso

 

Melangkah.

 

Kaki Jang Ilso bergerak perlahan. Langkahnya menuruni tangga santai seperti sedang berjalan-jalan.

 

“Alasan mengapa Pedang ular merah bisa bergerak bebas tanpa seizinku adalah karena membawa hasil yang bagus. Itu sebabnya aku tidak menyalahkanmu untuk apa pun sejauh ini. Bukan?” -ucap Jang Ilso

 

“Be-benar. Semua itu adalah anugerah besar dari Bangju-nim…” -ucap Bang Seung

 

“Tetapi setiap otoritas memiliki tanggung jawabnya sendiri.” -ucap Jang Ilso

 

Senyum muncul di sekitar mulut Jang Ilso.

 

Berapa banyak orang di dunia yang bisa membaca niat jahatnya dari senyumnya yang mempesona itu?

 

Julukan Jang Ilso lainnya adalah “Laughing Hidden Knife.”

 

“Kau pergi ke Xian atas kemauanmu sendiri, dan kau kembali dengan wajah terangkat setelah dihancurkan oleh para bocah itu?” -ucap Jang Ilso

 

“Ba- Bangju-nim! aku- entah bagaimana caranya aku harus membawa Daeju ke sini!” -ucap Bang Seung

 

Kung! Kung!

 

Bang Seung membenturkan kepalanya ke tanah. Darah merah mulai mengalir di dahinya.

 

“J- Jika aku meninggalkannya sendirian, Daeju akan…” -ucap Bang Seung

 

“Kau seharusnya mati.” -ucap Jang Ilso

 

Tubuh Bang Seung menegang.

 

Suara tenang dan dingin Jang Ilso menembus jiwa Bang Seung.

 

“Jika Pedang ular merah of Myriad Man House dipermalukan oleh seorang bocah tanpa nama, mereka semua seharusnya mati di sana. Maka kalian semua setidaknya akan menyimpan nama kalian dalam kematian yang terhormat itu. Bukan?” -ucap Jang Ilso

 

“…… itu- itu.” -ucap Bang Seung

 

“Dan jika kalian semua telah mati, setidaknya tidak akan ada desas-desus bahwa Myriad Man House telah ditendang dari Xian oleh Gunung Hua. Kalau saja… andai saja kalian semua mati.” -ucap Jang Ilso

 

Ada nada dingin dalam suara Jang Ilso.

 

“Tapi kenapa kau masih hidup? Kau seharusnya mati di sana bersama orang tolol yang dipermalukan dan lumpuh itu. Dan jika kau tidak mati dan lari …….” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso, yang meninggikan suaranya, menutup matanya sedikit.

 

Saat matanya terbuka perlahan lagi, senyum lembut menyebar di sekitar mulut Jang Ilso.

 

“…Kau seharusnya lari dari pandanganku dan hidup seperti tikus mati. Bang Seung-ah. Bang Seung-ah. Kau berpura-pura pintar dan menjalani hidupmu hanya percaya pada kepalamu, kenapa kau begitu bodoh, kau bajingan. Hah?” -ucap Jang Ilso

 

Melangkah dan Melangkah.

 

Akhirnya, Jang Ilso yang berada di sekitar sudut melihat ke arah kepala Bang Seung yang ada diatas ke tanah.

 

“Kau takut, bukan?” -tanya Jang Ilso

 

“Ba-Bangju-nim.” -ucap Bang Seung

 

Tap. Kraak

 

Kaki Jang Ilso menginjak tangan Bang Seung. Suara patah tulang terdengar cukup menggerikan, namun Bang Seung menggigil dengan mata merah dan tidak berani mengerang.

 

“Sungguh hal yang luar biasa. Maksudmu, kau lebih takut mati di sana daripada kembali kepadaku dan melaporkan situasi ini?” -ucap Jang Ilso

 

Udeudeuk.

 

Pergelangan tangannya hancur.

 

“Bang Seung-ah.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso, berjongkok di depannya sambil menekan pergelangan tangannya, tersenyum dan berbisik dengan sangat pelan.

 

“Apakah kau tahu mengapa kami disebut Myriad Man House?” -tanya Jang Ilso

 

“Ba-Bangju-nim. Aku- aku….” -ucap Bang Seung

 

“Karena orang takut pada kami.” -ucap Jang Ilso

 

“…….”

 

Jang Ilso mengulurkan tangan dan sedikit mencengkeram leher Bang Seung seolah mencubitnya.

 

“Sekte Jahat yang tidak ditakuti orang tidak berarti apa-apa. Jadi mereka yang mengaku sebagai Sekte Jahat tidak boleh dipermalukan. Lebih baik mati daripada dipermalukan. Benar?” -ucap Jang Ilso

 

Keheningan mewarnai Aula.

 

Suara keringat Bang Seung yang jatuh ke tanah begitu keras hingga terasa seperti guntur.

 

Semua orang menahan napas agar suara napas mereka tidak keluar. Mereka mati-matian menurunkan mata mereka dan menutup mulut mereka sehingga amarah yang dingin tidak beralih ke mereka.

 

“Tapi …… aku tidak tahu. Apakah ada cara untuk dipermalukan melebihi apa yang telah kau lakukan? Kupikir akan lebih baik jika kau melepaskan pakaianmu dan menari di jalan. Bukankah begitu?” -ucap Jang Ilso

 

“Ba-Bangju-nim…….” -ucap Bang Seung

 

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso menyeringai.

 

Dan dengan senyuman dan suara lembut itu, cahaya harapan kembali ke mata Bang Seung. Tapi cahaya padam lebih cepat dari mekarnya.

 

“Bukankah hasilnya sama saja?” -ucap Jang Ilso

 

Grepp.

 

Saat itu, Jang Ilso mencengkeram leher Bang Seung dan memelintirnya.

 

Chwaaak!

 

Darah mulai menyembur seperti air mancur dari tenggorokannya, tempat dagingnya terkoyak.

 

“Aaaaakh! Aaaa! Aaaaaaakh!” -erang Bang Seung

 

Bang Seung berteriak putus asa dan mencengkeram lehernya. Tapi Jang Ilso tersenyum cerah saat melihat pakaian putihnya berlumuran darah dan Bang Seung yang meronta.

 

“Ini sangat menyenangkan. Tak mengira suatu hari ketika aku dipermalukan seperti ini akan datang.” -ucap Jang Ilso

 

“Ba- Bangju-nim! Se- Selamatkan aku…….” -teriak Bang Seung

 

“Seret dia keluar.” -ucap Jang Ilso

 

“Baik!” -seru Maninbang

 

“Robek anggota tubuhnya dan berikan pada para anjing!” -seru Jang Ilso

 

Jang Ilso menyeringai dan berbisik saat para penjaga mencoba lari ke Bang Seung.

 

“Jangan biarkan dia mati. Sampai dia melihat tubuhnya dimakan anjing hidup-hidup. Jika orang ini mati sebelum itu, kau akan melihat tubuhmu dicabik-cabik hidup-hidup juga.” -ucap Jang Ilso

 

“Baik!” -seru Maninbang

 

Para penjaga mulai menyeretnya keluar dengan wajah pucat.

 

“Argh! Bangju! Bangju! Selamatkan aku! Bangjuuuuuu!” -teriak Bang Seung

 

Jeritan putus asa meraung di seluruh ruangan, tetapi tidak ada yang melihat ke arah Bang Seung.

 

Itu karena mereka tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika mereka menoleh dengan tergesa-gesa.

 

“Ck. Ini baju mahal.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso mengernyit melihat darah yang berceceran di bajunya.

 

Kemudian,Hoga Myong seorang penasihat yang memiliki julukan Rakshasa Hati Beracun, yang memperhatikan situasi, membuka mulutnya.

 

“Haruskah saya memanggil pelayan masuk?” -tanya Hoga Myong

 

“Tidak apa-apa.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso melambaikan tangannya.

 

“Baju yang kotor tidak bisa menjadi seperti baru jika hanya dengan mencuci.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso melepas jubah putihnya dan melemparkannya ke tanah.

 

“Hal yang sama berlaku untuk ketenaran. Tidak peduli seberapa halus kau menumpuknya, setelah runtuh dan kotor, tidak akan banyak pulih. Bukankah begitu, Yo-pyong?” -tanya Jang Ilso

 

Yo-pyong, yang sedang berlutut di sudut, mendongak tak berdaya.

 

Setelah kehilangan Dantiannya dan anggota tubuhnya tersayat, dia tidak bisa lagi menjadi Pedang Ular Merah seperti di masa lalu.

 

Jang Ilso menggelengkan kepalanya saat dia melihat mata Yo-pyong.

 

“Ba-Bangju-nim…….” -ucap Yo-pyong

 

Jang Ilso berhenti berbicara ketika mulut Yo-pyong yang retak seperti padi yang mengalami kekeringan terbuka.

 

“Ja- Jangan melawan Gunung Hua…….” -ucap Yo-pyong lemah

 

Pook!

 

Yo-pyong, ditendang oleh Jang Ilso, berguling-guling di tanah.

 

“Anjing yang kembali setelah kalah tidak boleh menggonggong sembarangan.” -ucap Jang Ilso

 

Kata Jang Ilso sambil menunjuk dagunya ke arah Yo-pyong.

 

“Jangan bunuh dia. Kematian adalah kebebasan baginya sekarang. Dia harus menerima semua penghinaan yang bisa dia terima dengan cara hidup. Gunakan dia sebagai budak untuk Myriad Man House kita dan berikan dia pelajaran.” -ucap Jang Ilso

 

“Baik!” -ucap Maninbang

 

“Seret dia.” -ucap Jang Ilso

 

“Baik!” -ucap Maninbang

 

Bahkan ketika Yo-pyong diseret keluar, Jang Ilso menaiki tangga dan duduk di bangku dengan langkah gugup yang jelas berbeda dari beberapa waktu lalu.

 

“Orang-orang bodoh itu.” -ucap Jang Ilso

 

Hoga Myong, yang tahu dia merasa sangat tidak nyaman, berkata dengan hati-hati.

 

“Apa yang ingin anda lakukan?” -tanya Hoga Myong

 

“Kau tidak tahu?” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso menyapu rambutnya ke belakang dengan pelan. Sehelai rambutnya, yang baru saja terurai beberapa saat yang lalu, terus mengiritasi sarafnya.

 

“Aku akan membunuhnya.” -ucap Jang Ilso

 

“Gunung Hua ada di Shaanxi, dan itu jauh dari wilayah kita. Selain itu, Gunung Hua tidak jauh dari Hanam, jadi itu adalah tempat yang berbahaya untuk diserang.” -ucap Hoga Myong

 

“Benar.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso menatap ujung jarinya dan berkata dengan sinis.

 

“Dan kita berada di tengah-tengah konfrontasi dengan para bandit.” -ucap Jang Ilso

 

“Itulah masalahnya.” -ucap Hoga Myong

 

“Sejujurnya, kita tidak punya banyak ruang tersisa…” -imbuh Hoga Myong

 

“Itu sebabnya kita harus membunuhnya.” -ucap Jang Ilso

 

“…….”

 

Cincin di jari Jang Ilso berbenturan satu sama lain, menciptakan suara logam yang jernih.

 

“Tidak ada keuntungan yang kita terima, hanya ada kerugian.” -ucap Hoga Myong

 

“Myong-ah, Myong-ah. Kenapa kau begitu bodoh? Uang bukanlah segalanya.” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso perlahan mengangkat tangannya dan melepas mahkota emas murni yang dikenakannya di kepalanya.

 

“Yang penting kita bisa menghasilkan uang di masa depan. Jika desas-desus menyebar bahwa Myriad Man House dipermalukan oleh Gunung Hua, yang bukan merupakan anggota dari Sepuluh Sekte Besar, siapa di dunia ini yang akan takut pada kita? Maka urusan kita benar-benar selesai.” -ucap Jang Ilso

 

Geugeuk.

 

Mahkota emas murni kusut di tangannya seperti selembar kertas.

 

“Jika Kau mulai mempermalukan diri sendiri karena keuntungan atau keadaan, pada titik tertentu, Kau akan menjadi penurut.. Jika seseorang mengejar keuntungan, reputasinya akan hancur. Namun, jika reputasinya ambruk, keuntungannya juga ambruk. Kau harus menggunakan otakmu..” -ucap Jang Ilso

 

Jang Ilso dengan lesu mengulurkan tangannya dan mengayunkannya ke udara.

 

“Kumpulkan semua orang.” -ucap Jang Ilso

 

“Apakah anda akan mengirim mereka ke Xian?” -tanya Hoga Myong

 

“Kenapa disana? Aku tidak butuh uang lagi. Yang penting adalah mengembalikan nama Myriad Man House” -ucap Jang Ilso

 

“Kemudian …….” -ucap Jang Ilso

 

Cahaya biru bersinar di mata Jang Ilso.

 

“Shaanxi. Kirim mereka ke Gunung Hua. Akan sangat indah jika gunung, yang paling curam di antara lima gunung, diwarnai merah darah.” -ucap Jang Ilso

 

Dia tidak sabar menunggu daun musim gugur datang, jadi dia harus mewarnainya dengan darah.

 

“Ah, suruh mereka untuk memotong semua kepala murid Gunung Hua dan menaruhnya di kereta. Dan suruh mereka untuk menyisihkan Pedang keadilan dan Naga Gunung Hua. Aku ingin mendengar teriakan macam apa yang dapat mereka buat.” -ucap Jang Ilso

 

“Baiklah.” -ucap Hoga Myong

 

Hoga Myong membungkuk.

 

Semuanya akan seperti yang dikatakan Jang Ilso. Di Myriad Man House ini, kata-katanya seperti hukum dan perintah mutlak.

 

Setelah menyelesaikan apa yang dia mau, Jang Ilso berbaring di bangku cadangan.

 

“Gunung Hua…….Gunung Hua.” -gumam Jang Ilso

 

Senyum halus menggantung di sekitar mulutnya.

 

“Bukankah pengalaman yang sangat berharga untuk membakar suatu sekte dua kali dalam seratus tahun? Hahahaha.” -ucap Jang Ilso

 

Ledakan tawa bernada tinggi menyebar ke seluruh Paviliun.


** 20 Chapter terbaru KLIK TRAKTEER**


 
**JOIN GRUP TELEGRAM**
https://t.me/Tetuasektegununghua

Comment

Options

not work with dark mode
Reset