Kenapa itu bisa keluar dari sana? (bagian 3)
Ingatan tentang Cheon Mun Sahyung langsung memenuhi kepala Chung Myung saat Dia menyentuh pedang itu.
Rambut yang hitam pekat.
Jenggot yang lebat.
Mata berkilauan dan senyum yang terlihat selembut sutra.
Dan…….
Pedang Ilahi Zaha yang selalu berada di pinggangnya.
Chung Myung tidak menyadari bahwa matanya penuh dengan emosi.
‘Bagaimana bisa?’ -batin Chung Myung
Dia tersenyum dan heran dalam waktu yang bersamaan.
Dia membayangkan segala hadiah yang mungkin diberikan, tetapi dia benar-benar tidak mengira jika pedang ini akan keluar sebagai hadiahnya.
Pedang Ilahi Zaha….
Chung Myung tersenyum sedih, dan Tetua Sekte hanya bisa melihat pedang itu.
‘Pedang Suci milik Cheon Mun Sahyung…….’ -batin Chung Myung
Bagaimana mungkin dia tidak tahu namanya?
Orang yang memimpin masa kejayaan Gunung Hua. Nama yang tidak akan hilang dari sejarah Gunung Hua.
“B- Bagaimana! Bagaimana benda ini bisa ada di Shaolin?” -tanya Tetua Sekte
Tetua Sekte, yang hampir tidak pernah marah, tidak bisa menyembunyikan kemarahannya. Tapi Bop Jeong tidak menyalahkan Tetua Sekte karena bersikap kasar. Jika mereka mengubah posisi mereka, dia akan melakukan hal yang sama.
Itulah pentingnya pedang ini bagi Gunung Hua.
Benda Suci.
Benda suci yang melambangkan sekte.
Benda suci mewakili otoritas sekte. Seperti “Patung Buddha” Shaolin terkadang memberikan kekuatan di luar otoritas Bangjang.
Gunung Hua juga memiliki Objek suci yang melambangkan otoritas Gunung Hua.
Itulah yang dimaksud dengan Pedang suci Zaha ini.
Dari sudut pandang sekte, itu adalah objek yang tidak boleh hilang bersama dengan Keputusan Pemimpin Sekte.
“Apakah itu berarti Shaolin telah menyimpan barang ini sejak pertempuran di Gunung Seratus Ribu?” -tanya Tetua Sekte
“Tentu saja tidak, tetua sekte.” -ucap Bop Jeong
Bop Jeong menggelengkan kepalanya.
“Kami menemukannya baru baru ini Dan Shaolin harus membayar mahal untuk mendapatkan Pedang suci Zaha ini.” -ucap Bop Jeong
Jenggot Tetua Sekte bergetar.
Pedang ini adalah pedang yang telah ada dalam sejarah Gunung Hua, dan melambangkan otoritasnya. Itu juga merupakan barang yang harus diambil karena Gunung Hua hanya memiliki sedikit yang tersisa dari masa lalu.
“Aku akan mengembalikan pedang ini ke Gunung Hua sebagai imbalan atas permintaanku.” -ucap Bop Jeong
“…….”
Tetua Sekte menggigit bibirnya dengan erat.
Tidaklah mudah untuk pergi ke Laut Utara dan mencari tahu apa yang terjadi. Tapi membiarkan pedang ini disini dan mundur bukanlah pilhan yang mudah.
Bop Jeong tersenyum seolah dia tahu bagaimana perasaan Tetua Sekte.
“Jika harganya adalah Pedang Ilahi Zaha ini, itu juga tawaran yang buruk untuk Gunung Hua.” -ucap Bop Jeong
Ada keyakinan dalam senyum Bop Jeong.
Dan dasar kepercayaan itu jelas.
Sekarang Gunung Hua sedang bangkit dengan momentum yang besar. Pedang Suci Zaha akan menjadi simbol dari bangkitnya Sekte Gunung Hua
Jadi Tetua Sekte tidak akan bisa menolak tawaran ini. Tidak pernah bisa.
Bop Jeong, yang mendorong pedang itu kembali ke sarungnya, menutup kotak itu dan meletakkannya di atas meja. Lalu dia mendorongnya ke arah Tetua Sekte.
“Tetua Sekte dapat mengambil pedang ini sekarang jika anda mau.” -ucap Bop Jeong
“… sekarang?” -tanya Tetua Sekte
“Sejujurnya, Shaolin dan Gunung Hua tidak memiliki hubungan yang baik saat ini. Apa susahnya memberi hadiah kepada seseorang yang anda percayai terlebih dahulu?” -balas Bop Jeong
Pinggul Tetua Sekte sedikit terguncang.
Dia tahu.
Bop Jeong tidak akan pernah menyerahkan pedang itu hanya dengan niat baik. Meskipun bisa untuk alas an lain, namun menyelidiki Laut Utara bisa lebih sulit daripada yang dikatakan Bop Jeong.
Meski demikian, Tetua Sekte tidak bisa dengan mudah mengambil keputusan.
Pedang itu melambangkan kejayaan Gunung Hua di masa lalu.
Ini adalah simbol Gunung Hua yang berwarna-warni yang hanya dapat diingat sekarang, sekaligus sebagai peninggalan sekte tersebut. Bagaimana dia bisa menyerah dengan mudah?
Segera setelah Tetua Sekte mencoba menjawab dengan bibir terkatup, Chung Myung, yang memperhatikan situasi, tiba-tiba mengulurkan tangannya dan meraih Pedang Illahi Zaha.
“Hm?”
Dia dengan tenang mengambil pedangnya dan perlahan menariknya keluar.
Pedang Ilahi Zaha, yang benar-benar terbuka, bersinar putih di bawah sinar matahari yang dipantulkan ke dalam ruangan.
Chung Myung, yang masih memandangi pedang itu, perlahan-lahan mengulurkan tangan dan meletakkan jarinya di pedang.
Tetua Sekte dan Bop Jeong menahan napas pada saat bersamaan.
Mereka tidak tahu mengapa, tetapi mereka merasa seharusnya tidak mengganggunya sekarang.
Ekspresinya, yang penuh akan emosi dapat membuat kedua pemimpin itu menutup mulutnya.
‘Chung Myung-ah.’ -batin Tetua Sekte
Tetua Sekte hanya menatap Chung Myung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Terkadang, anak ini menunjukan emosi yang aneh. Dan setiap kali itu terjadi, Tetua Sekte tidak tahu apa yang dipikirkan Chung Myung.
Chung Myung perlahan menutup matanya.
Dia menutup matanya dengan tangan di pedang dan membuka matanya dengan sangat perlahan dan mengangkat kepalanya.
Saat itulah Tetua Sekte memantapkan pikirannya.
‘Kata Pedang Ilahi Zaha pasti ada di Gunung Hua.’ -batin Tetua Sekte
Melihat Chung Myung memegang pedang itu meyakinkannya. Pedang itu harus selalu berada di tangan Chung Myung dan membiarkannya menyapu dunia.
“Gunung Hua, Akan memenuhi……” -ucap Tetua Sekte
Tok!
Pada saat itu, Chung Myung memasukkan pedang ke dalam sarungnya dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia menatap pedang itu dengan wajah yang sedikit suram.
“Hmm.”
Bop Jeong tersenyum pelan. Fakta bahwa Chung Myung menunjukan raut wajah seperti itu, bukankah artinya Dia berhasil membujuknya?
“Sodojang, jika kau mau, aku bisa memberikan Pedang suci Zaha di sini. Sebagai harga untuk kesejahteraan Kangho, jadi Shaolin tidak memerintah langsung kepada Gunung Hua. Apakah kau setuju?” -ucap Bop Jeong
Chung Myung mengangkat kepalanya dan membuka mulutnya saat dia melihat Bop Jeong.
“Mana yang lain?” -ucap Chung Myung
“……???” -Bop Jeong Bingung
‘Yang lain?’ -batin Bop Jeong
‘Apa lagi?’ -batin Bop Jeong
“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.” -ucap Bop Jeong
Saat ditanya oleh Bop Jeong, Chung Myung bertanya lagi.
“Apa lagi yang akan diberikan Bangjang kepada kami?” -tanya Chung Myung
“… !!!?” -Bop Jeong Kaget
Bop Jeong memiringkan kepalanya kali ini.
“Maksudmu kami harus memberikan imbalan lain selain benda suci milik Gunung Hua? Apa maksudmu ini Sodojang…….” -imbuh Bop Jeong
Bop Jeong berhenti bicara dan diam.
Itu karena wajah Chung Myung jelas terlihat suram dan dingin.
“Bangjang.” -ucap Chung Myung
“…….”
Chung Myung menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sejenak. Kemudian segera dia miring ke satu sisi dan berkata.
“Sejak Banjang tinggal di gunung yang tinggi ini, Bangjang tampaknya tidak memiliki rasa kesadaran yang baik.” -ucap Chung Myung
“…….”
‘Rasa kesadaran, apa maksudnya?’ -batin Bop Jeong
Chung Myung mengetuk pedang illahi zaha di atas meja.
“Memangnya Berapa harga sepotong besi usang ini? Sebetulnya Anda cuma diam disini dan memberikan mereka uang saat mereka datang, kan ?, menurutku ini terlalu mudah” -ucap Chung Myung
“S- Sepotong besi?” -sontak Bop Jeong
Mata Bop Jung melebar.
Apakah dia baru saja mengatakan Obyek Suci Gunung Hua hanyalah sebuah besi?
“T-Tunggu..Apakah kau tidak tahu? ini adalah Objek Ilahi Gunung Hua!” -seru Bop Jeong
“Oh, aku tahu” -ucap Chung Myung
Chung Myung mengangkat telinganya.
“Apakah Kau tidak tahu apa arti Objek suci dalam sebuah sekte?” -ucap Bop Jeong
Bop Jeong menatap kosong ke arah Chung Myung.
“Aku adalah murid Gunung Hua, mengapa malah Bangjang yang memutuskan apa arti pedang itu bagi Gunung Hua? Ini seperti Bangjang yang mengatur jumlah mangkuk di rumah orang lain.” -ucap Chung Myung
“Eh……”
Bop Jeong menjadi terdiam. Dia melirik Tetua Sekte untuk berjaga-jaga, tapi dia juga tidak jauh berbeda.
Tetua Sekte juga menatap kosong ke arah Chung Myung dengan wajah konyol.
“Chu- Chung Myung. tapi itu adalah Objek suci kita…..” -ucap Tetua Sekte
“Objek suci apanya? mengapa kalian begitu memaknai sesuatu? Bukan berarti Gunung Hua tidak menjadi Gunung Hua jika kita tidak memilikinya, dan itu tidak membuat Gunung Hua menjadi hebat meskipun kita memilikinya. Malah sebagai imbalannya kita harus melakukan hal-hal gila seperti pergi ke Laut Utara untuk mendapatkan sebilah pedang? Anda pikir aku sudah gila?” -ucap Chung Myung
Mata Chung Myung mulai berkedut.Tetua Sekte tersentak dan berpikir.
‘T- Tidak, tapi itu adalah Objek Ilahi….’ -batin Tetua Sekte
‘Apa yang direncakan orang ini?’ -batin Tetua Sekte
Mata bingung mereka tertuju pada Chung Myung.
Tapi Chung Myung hanya menyeringai acuh tak acuh.
“Yah, tentu saja, kita bisa menjualnya untuk mendapatkan uang, tapi tidak masuk akal jika mengirim para murid berada dalam bahaya karena sebuah Objek suci saja. Leluhur mana yang lebih menghargai benda ini daripada keturunannya? ” -ucap Chung Myung
“…….”
Pada titik ini, Bop Jeong tidak dapat menemukan hal lain untuk dikatakan. Keinginan agar mereka pergi ke laut utara telah hilang.
Chung Myung dengan lembut memutar ibu jari dan telunjuknya di depannya, membuat bentuk bulat.
“Apakah ada lagi? seperti…. Uang? Oh, Hutang terdengar bagus. Slip, atau kredit…….”……” -ucap Chung Myung
“Chung Myung-ah. Bukankah semuanya sama?” -ucap Tetua sekte
“Oh, benar. Tapi……” -ucap Chung Myung
Chung Myung menyeringai dan sekali lagi mendorong Pedang Illahi Zaha ke arah Bop Jeong.
“Setelah aku pikirkan, kurasa ini tidak akan sebanding dengan tugas yang Anda berikan. Benda ini memang terlihat seperti pedang yang sangat bagus, jadi tolong simpanlah dengan baik dan gunakanlah semau shaolin.” -ucap Chung Myung
Chung Myung bangkit dari tempat duduknya, dia tidak punya apa-apa lagi untuk dikatakan.
Kemudian Tetua Sekte juga bangkit dengan wajah canggung.
“Kemudian.” -ucap Chung Myung
Chung Myung berbalik dan Bop Jeong buru-buru mengulurkan tangan dan berteriak.
“Sodojang! Ceritanya belum selesai!” -seru Bop Jeong
“Jadi?” -tanya Chung Myung
Dia berbicara lebih dan lebih cepat, tampak agak bingung.
“Jika kau tidak menyukai harga yang kami tawarkan, aku akan mengubahnya. Ini pekerjaan demi dunia ini.” -ucap Bop Jeong
“Ah. Itu benar. Dunia. Itu sangat penting.” -balas Chung Myung
Chung Myung membalikkan tubuhnya dan meluruskan posturnya. Dan dengan wajah serius, dia menatap Bop Jeong.
“Komitmen masa lalu Gunung Hua terhadap dunia tetap menjadi kebanggaan tak terbatas di hati para murid kami, wahai Bangjang.” -ucap Chung Myung
Bop Jeong menutup mulutnya.
Dia ditikam lagi di tempat yang sakit lagi.
“Tentu saja, itu …” -ucap Bop Jeong terputus
“Aku tidak mencoba mengungkit masa lalu. namun Gunung Hua telah kehilangan banyak hal, tetapi juga memperoleh banyak hal.” -ucap Chung Myung
“…….”
“Jadi…….” -ucap Chung Myung
Chung Myung tersenyum.
“Jadi saya harap Shaolin bisa merasakan kebanggaan yang kami rasakan itu.” -ucap Chung Myung
“…….”
Senyum di wajahnya begitu cerah sehingga dia tidak bisa berkata-kata.
“Aku yakin Shaolin bisa melakukannya! kami akan melakukan yang terbaik untuk mendukungmu di Shaanxi, jadi pastikan untuk menemukan jejak iblis jahat itu dan selamatkan Kangho dari Sekte Iblis!” -ucap Chung Myung
“T-Tidak….” -ucap Bop Jeong
“Siapa lagi yang berani melakukan ini jika bukan Shaolin. Benarkan Tetua Sekte?” -ucap Chung Myung
Tetua Sekte mengangguk dengan wajah kosong.
“B-Benar.” -balas Tetua Sekte
“Ini hanya bisa dilakukan oleh Shaolin. Bergembiralah, Bangjang! Jika Banjang perlu menggunakan Pedang Suci Zaha ketika Bangjang bertarung dengan Iblis, silakan gunakan dengan baik. Pedang itu masih bisa digunakan.” -ucap Chung Myung
Chung Myung dengan lembut menjabat tangannya, lalu membuka pintu dan berjalan keluar.
Melihat Tetua Sekte mengikutinya dengan wajah canggung, Bop Jeong berteriak mendesak lagi.
“Apakah kau yakin akan menyerahkan Objek Suci leluhurmu? Apakah itu pilihan Gunung Hua?” -seru Bop Jeong
Chung Myung, yang hendak kembali, menoleh.
Bop Jeong tersentak di matanya yang seolah melihat sesuatu yang menyedihkan.
Chung Myung tersenyum.
“Persetan dengan Objek Suci.” -ucap Chung Myung
Pedang adalah pedang.
Itu hanya pedang.
Bahkan jika pedang itu adalah peninggalan Gunung Hua, bahkan jika pedang itu adalah milik Cheon Mun Sahyung, itu tidak lebih dari sekedar pedang.
Arti Gunung Hua tidak berada dalam pedang seperti itu.
Bagaimana bisa sepotong besi mengandung hati yang begitu dalam?
Dan yang terpenting……
“Aku-lah leluhurmu brengsek.” -gumam Chung Myung
Bagaimana bisa dia mengungkit nama leluhur di depan Chung Myung?
“Shaolin akan menggunakannya dengan baik.” -gumam Chung Myung
Chung Myung berjalan tanpa ragu-ragu. Dan melihat langit biru yang terbentang di depannya, dia tersenyum.
Bahkan jika Cheon Mun mendengarnya sendiri, hasilnya tidak akan berubah. Apa pentingnya besi belaka?
– Tidak, brengsek! Aku harus mendapatkannya kembali! (ucap Cheon Mun)
‘Hah?’ -batin Chung Myung
‘Kau pikir bisa begitu?’ -batin Chung Myung
“Kalau begitu datang dan ambilah sendiri kikikikikiki.” -ucap Chung Myung