Seorang yang Bijak Tidak Akan Pernah Mengambil Masalah (bagian 3)
Tao bukan hanya untuk mengejar suatu hal saja.
Sama seperti pohon plum yang bunga-bunga nya mekar dengan indah melalui musim dingin yang panjang, mengejar Tao juga akan membutuhkan kesabaran yang panjang.
Jadi Yoon Jong terus bertahan dan bertahan.
Itu adalah Tao yang sebenarnya …
“Kau punya banyak hal dalam pikiranmu, bukan?” -ucap Baek Chun
“…….”
Yoon Jong perlahan mengangkat kepalanya.
Murid kelas dua yang mengelilinginya semua menatapnya dengan tajang.
‘Uh…’ –batin Yoon Jong
Matanya memerah.
Mata mereka penuh dengan teguran atas dosa-dosa yang dilakukannya.
Tapi…….
‘Jo-Gol?’ –batin Yoon Jong
Jo-Gol terlihat memaksa masuk di antara murid-murid kelas dua. Pipi Yoon Jong mulai bergetar.
‘Kenapa kau berada di tengah-tengah murid kelas dua?’ –batin Jo-Gol
Baek Chun, yang lengannya terlipat di tengah, mengibaskan matanya.
“Aku,sangat kesal!” –ucap Baek Chun
“…….”
“Kenapa para murid hebat dari murid-murid kelas tiga tidak hadir di pertandingan? Dan bahkan tidak pernah mengayunkan pedangnya sama sekali?” –ucap Baek Chun
“Tidak…….” –balas Jo-Gol
Yoon Jong melihat sekeliling dengan tatapan seolah mengalami ketidakadilan dalam hidupnya. Tetapi murid-murid kelas dua menggeram seolah-olah mereka tidak ingin mendengarkannya.
“Dia menyerah!.” –seru penonton
“Kupikir dia jadi sombong karena dia sudah bisa menguasai ilmu pedang itu.” –ucap para penonton
“Murid Gunung Hua menyerah? Menyerah?.” –ucap para penonton bertanya-tanya
Yoon Jong menutup matanya rapat-rapat.
Tapi bukankah ini benar-benar tidak adil?
“T-Tapi …….” –ucap Yoon Jong
“Tidak ada tapi!” –teriak seorang murid
“Beraninya kau membuka mulutmu!” –teriak seorang murid
“Hei! Kenapa kau menyerah? Apa kau akan diam saja huh?” –teriak seorang murid
“Kenapa kau tidak membuka mulut itu? Hah?” –teriak seorang murid
“…….”
Haruskah dia membuka mulutnya atau menutupnya …….
Dan Jo-Gol, kenapa kau diam-diam bersama mereka?
Apa ini…?
Kemudian Baek Chun menghela nafas dalam-dalam dan melanjutkan dengan suara serius.
“Aku tidak percaya kau menyerah ketika kami sedang menontonmu. Apa yang akan dunia pikirkan tentang Gunung Hua?” –ucap Baek Chun
“Tapi Sahyung Aku…..” –ucap Yoon Jong
“Itu merupakan masalah! Bagaimana masuk akal bagi seorang Sahyung untuk menyerah kepada Sajae? Bukankah ini berarti disiplin Gunung Hua akan berkurang! Setidaknya ayunkan pedangmu! Berjuang sedikit dan kemudian kalah dengan hormat!” –ucap Baek Chun
Pada akhirnya, Yoon Jong, yang tidak tahan, berkata dengan ekspresi frustrasi.
“…. tapi bukankah kamu juga harus melihat siapa orang itu.” -balas Yoon Jong
“Apa?” –ucap Baek Chun
Murid kelas dua melotot, tetapi Yoon Jong percaya diri.
“Semua yang dikatakan Sasuk benar! Aku tidak bisa menyerah sebagai Sahyung! Aku mungkin tidak bisa menunjukkan martabatku sebagai Sahyung, tapi aku harus menunjukkan keinginanku!” –ucap Yoon Jong
“Hahh?” –ucap Baek Chun
Baek Chun memiringkan kepalanya dan bertanya.
“Lalu kenapa kau melakukan itu?” –tanya Baek Chun
“Kau pikir Chung Myung adalah orang yang penuh belas kasih hanya karena lawannya adalah Sahyung-nya? Dia adalah pria yang mematahkan kepalanya secara setara, tanpa memandang jenis kelamin, usia, atau pangkat! dia seharusnya tidak berada di Gunung Hua, dia seharusnya berada di Pemerintah! Dia tipe pria yang akan memukul semua orang secara setara, terlepas dari orang kaya, pengemis, atau yang berkuasa!” –ucap Baek Chung
“…….”
“Apakah dia akan menganggapku sebagai Sahyung-nya? Berpikirlah secara wajar! Aku akan menjulurkan kepala ku jika aku akan berakhir dengan lawan yang layak. Tapi dia sebagai lawan, aku harus hidup dulu agar bisa melawannya dengan seimbang!” –ucap Yoon Jong
Yoon Jong meregangkan bahunya dengan bangga.
“Lempar batu ke arahku jika kau mengatakan bahwa kau tidak akan menyerah jika kau melawan Chung Myung dan bertarung sampai kepalamu patah!” –ucap Yoon Jong
“…….”
Murid kelas dua menghindari tatapannya dengan wajah halus.
Mereka ingin memarahinya, tetapi kenyataannya, bukanlah hal yang manusiawi untuk memintanya bertarung dengan Chung Myung dengan benar.
Ekspresi bangga melintas di wajah Yoon Jong.
Logikanya harus diakui semua orang..
Saat itu, Baek Chun, yang telah mendengarkan dengan tenang, mengangguk sambil menatap Yoon Jong.
“Ya, Kau benar.” –ucap Baek Chun
“Sahyung!” –seru murid kelas dua
“Bukankah itu terlalu lembut untuknya?” –ucap para murid kelas dua
“Tenang.” –ucap Baek Chun
Ketika keluhan muncul dari murid kelas dua, Baek Chun mengerutkan kening dan mencap keluhan mereka.
“Yoon Jong-ah.” –panggil Baek Chun
“Ya, Sasuk.” –sahut Yoon jong
“Aku mengerti apa yang Kau katakan.” –ucap Baek Chun
“Sasuk!” –seru Yoon Jong
Yoon Jong menatap Baek Chun dengan mata penuh emosi bahagia.
Baek Chun, seperti yang diharapkan, adalah satu-satunya yang bisa memahami pemikiran dari sebuah akal sehat di Gunung Hua …….
“Ngomong-ngomong.” –ucap Baek Chun
“Apa?” –balas murid kelas dua
“Tidak peduli seberapa keras aku memikirkannya, pilihanmu terasa seperti kesalahan …….” –ucap Baek Chun
“…….”
“Hanya karena kita mengerti, apakah dia akan mengerti?” –ucap Baek Chun
“Apa?” –balas murid kelas dua
“Orang itu.” –ucap Baek Chun
Baek Chun mengarahkan dagunya ke satu tempat. Yoon Jong, yang menoleh di sepanjang dagu, akhirnya melihatnya.
Adegan di mana Chung Myung, yang mengambil uangnya dari meja judi, berjalan ke sisi mereka dengan senyum halus di bibirnya.
“…….”
Murid kelas dua, yang melihat Chung Myung seperti itu, perlahan-lahan menjauh seolah-olah mereka telah melihat seekor anjing besar dengan busa di mulutnya.
Wajah Yoon Jong mulai tersentak.
“Apa yang kau lakukan di sini?” –ucap Yoon Jong
“Jadi begini……..” –ucap Chung Myung
Chung Myung berjongkok di samping Yoon Jong yang sedang berlutut dan meletakkan tangan di bahunya.
“Sahyung.” –ucap Chung Myung
“…… ya?” –sahut Yoon Jong
“Itu sangat masuk akal, bukan?” –ucap Chung Myung
“…… Hah?” –ucap Yoon Jong
Keringat dingin mulai menetes di dahi Yoon Jong.
“Rasional. Ya, rasionalitas itu bagus. Tidak perlu berkeringat dan berdarah-dengan lawan yang bahkan tidak bisa kita menangkan. Lebih baik cepat menyerah dan menjaga staminamu, kan?” –ucap Chung Myung
Yoon Jong melirik Chung Myung.
Dia tersenyum cerah, jadi sulit untuk mengatakan apa yang dia pikirkan hanya dengan melihat ekspresinya.
Kalau dipikir-pikir, aneh kalau kau tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya ketika seseorang tertawa seperti itu, tapi bagaimanapun juga!
Yoon Jong, yang diam-diam menatap Chung Myung, membuka mulutnya dengan hati-hati.
“B- Benar kan?” –tanya Yoon Jong
“Tentu.” –balas Chung Myung
“… Kau tidak bersikap sarkastik, kan?” –tanya Yoon Jong
“Ei, apakah Sahyung pernah melihatku menyindir sebelumnya?” –balas Chung Myung
“…… Hah?” –balas Yoon Jong
‘Aku rasa aku belum pernah melihatnya begitu.’ –batin Yoon Jong
Kalau dipikir-pikir, pasti ada sesuatu yang tidak dia sukai dari ini, tapi dia tidak begitu baik sehingga dia bisa menyindir dengan santai. Dia akan melompat dan mematahkan kepala mereka.
“B- Benar. Kupikir juga begitu.” –ucap Yoon Jong
Wajah Yoon Jong cerah. Dia tidak peduli apakah Sasuk menyalahkannya atau tidak, tetapi jika dia bisa melupakannya …….
Tetapi hal-hal seperti yang selalu diinginkan.
“Ngomong-ngomong.” –ucap Chung Myung
“…… ya?” –sahut Yoon Jong
Pada saat itu, Chung Myung tersenyum penuh arti.
“Lalu kenapa kau menarik pedangmu saat itu?” –tanya Chung Myung
“Hah?” –sontak Yoon Jong
“Hah!” –sontak Yoon Jong
Chung Myung mengulurkan kakinya dari kursinya dan menendang Yoon Jong.
“Keuk!”
Ketika Yoon Jong berguling dan jatuh ke tanah, Chung Myung berteriak keras dan bangkit dari tempat duduknya.
“Kenapa pria yang punya akal sehat memegang pedangnya begitu! Jika kau memilih pedang, maka lawanlah! “ –ucap Chung Myung
“Eureureu!”
Dalam sekejap, Chung Myung telah berubah menjadi anjing gila dan mulai menyerbu Yoon Jong. Murid-murid kelas dua menangkapnya dengan panik dan membujuknya.
“Tenang, Chung Myung!” –seru murid kelas dua
“Kau dapat melakukan apapun yang kau inginkan bahkan jika kita kembali lagi nanti! Tenang lah dulu untuk saat ini!” –seru murid ke;as dua
Murid kelas dua, yang ingin menghajar Yoon Jong beberapa waktu yang lalu, mati-matian menghentikan Chung Myung kali ini.
” Masuk akal? Kau pikir Masuk akaaaaalllll? Menjadi rasional dan terjebak di gunung sambil menerapkan tao? Lantas kenapa pendekar yang mencari rasionalitas datang ke sekte? Hal ini seperti manusia yang mencari daging di kuil Shaolin!” –teriak Chung Myung
“… Kaulah yang mencari daging di Shaolin, kan?” –ucap Yoon Jong
“Apa?” –ucap Chung Myung
“T- Tidak.” –ucap Yoon Jong
Yoon Jong menutup mulutnya rapat-rapat. Tapi matanya tertuju pada dendeng di tangan Chung Myung.
“Aku sangat frustrasi!” –teriak Chung Myung
“Sangat menjengkelkan!” –teriak Chung Myung
“Sangat memalukan.” –teriak Chung Myung
Setelah tiga pukulan berturut-turut oleh Chung Myung, Baek Chun, dan Yoo Iseol, Yoon Jong menundukkan kepalanya saat dia menjadi depresi.
Ada kalanya orang menyerah dalam hidup mereka.
“Mungkin …” –ucap Jo-Gol
“…… Diamlah jika kau tidak ingin mati.” –Ucap Chung Myung
Jo-Gol, yang hendak berbicara, segera terdiam.
Kemudian terdengar suara yang terdengar indah bagi mereka
“Semua orang yang ada di sini.” –ucap Un Gum
“Oh, Sasuk Agung!” –sambut para murid
“Sasuk!” –sambut para murid
Un Gum mendekati mereka sambil tersenyum.
“Aku menikmati pertandingan itu.” –ucap Un Gum
“Instruktur!” –panggil Yoon Jong
Yoon Jong berlari ke arah Un Gum dengan mata berkaca-kaca. Di sebelah Un Gum, baik harimau gila Chung Myung maupun Sasuk yang seperti serigala yang kelaparan tidak akan bisa mencaci makinya lagi.
Ketika Un Gum melihat Yoon Jong berlari ke arahnya, dia tersenyum dan mengulurkan tangan untuk meraih telinganya.
“Astaga! Telingaku! Telingaku!” –teriak Yoon Jong
“Kau, kemari.” –ucap Un Gum
“Aaak! Instruktur, telingaku! Telingaku mau lepas! Telingaaa!” –teriak Yoon Jong
“Berisik! Aku tidak bisa hidup karena aku malu pada diri ku sendiri sebagai kepala Asrama Plum Putih. Sungguh murid yang hebat! Jangan katakan apa-apa dan ikuti aku!” –ucap Un Gum
Semua orang menatap kosong ke arah Ungum, yang meraih telinga Yoon Jong dan menyeretnya.
“… Apakah Sasuk orang seperti itu?” –gumam seorang murid
Ada jawaban yang mengecewakan dari gumaman seseorang.
“Begitulah jadinya. Semuanya akan seperti itu.” –gumam seorang murid
Murid-murid Gunung Hua menghela nafas serempak.
**********
Bahkan mengambil langkah pun tidak mudah. Dengan setiap langkah yang diambilnya, lukanya berdenyut.
Namun Isong Baek tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan dan bisa berjalan. Ini bukan waktunya untuk menangis. Luka Sekte Ujung Selatan lebih besar darinya.
Dia diam-diam melihat sekeliling, dia menghela nafas rendah.
‘Ini berat.’ –batin Isong Baek
Itu tampak seperti sisa-sisa tentara yang kalah yang kembali ke rumah.
Mungkin itu wajar.
Kekalahan adalah sesuatu yang tidak mereka sadari secara mendalam pada saat itu.
Seiring berjalannya waktu, semakin mereka mengerti bahwa mereka telah kalah, semakin menyakitkan luka kekalahan yang masuk.
Sekte Ujung Selatan kalah terlalu banyak dalam kompetisi ini. Sampai-sampai nama mereka mungkin tidak akan pernah pulih lagi.
Isong Baek mengangkat kepalanya dan naik ke langit.
Sekte yang runtuh.
Jiwanya hilang.
Dan mereka yang tidak memiliki apa-apa selain keputusasaan.
Itu semua sangat membebani dirinya.
Tapi Isong Baek tidak menundukkan kepalanya.
‘Apa mulai dari sini semuanya akan berubah?’ –batin Isong Baek
Tidak, keadaannya berkali-kali lebih putus asa. Sekte Ujung Selatan, tidak memiliki orang dan ketenaran,
Chung Myung membuat Gunung Hua seperti itu berdiri di atas kakinya sendiri hanya dalam beberapa tahun dalam situasi di mana tidak ada apa-apa selain keputusasaan yang tersisa.
‘Bisakah aku membalikkan semua hal ini?’ –batin Isong Baek
Isong Baek masih memejamkan mata.
Dia tidak bermimpi-bahwa dia bisa melakukannya seperti Chung Myung. Tetapi jika dia melakukannya selama bertahun-tahun, dia pikir dia akan dapat melakukannya suatu hari setelah puluhan tahun kerja keras.
Jika dia mencoba dan mencoba lagi.
Setelah perjalanan yang sangat panjang.
Jalan yang terasa begitu jauh sehingga terasa tidak nyata.
‘Bisakah aku berjalan di jalan itu?’ –batin Isong Baek
“Aduh.” –erang Isong Baek
Pada saat itu, kaki Isong Baek mengendur dan tubuhnya goyah.
Dop Sok.
Saje yang berjalan di sebelahnya mengulurkan tangan untuk membantunya.
“Apakah kau baik-baik saja, Sahyung?” –ucap Dop Sok
“Kau masih terluka parah.” –imbuh Dop Sok
Isong Baek menatap Saje.
‘Sahyung.’ –batin Dop Sok
Dia sudah lama tidak mendengarnya. Saje enggan berbicara dengannya. Dia tidak tahu orang-orang seperti itu akan mendukung dan mengkhawatirkannya.
“Tidak apa-apa.” –ucap Isong Baek
Saat Isong Baek mengangguk, Saje mengepalkan tangan mereka dengan wajah malu. Dan mereka berkata dengan sedikit ragu.
“Aku …… Sahyung.” –ucap Dop Sok
“Hm?” -sahut Isong Baek
“Anu ….ketika kita kembali ke sekte, bisakah kau mengajariku Teknik Tiga Puluh Enam Pedang?” –ucap Dop Sok
“…Aku?” –sontak Isong Baek
“Iya.” –ucap Dop Sok
Saje, yang ragu-ragu sejenak, berbicara dengan suara rendah.
“Aku sedikit tidak nyaman dengan Sasuk dan Instruktur yang lain …..” –ucap Dok Sok
“…….”
Isong Baek melihat sekeliling. Saje yang lain meliriknya. Namun tampilan itu tidak mengandung penghinaan seperti yang terjadi di masa lalu.
“Apakah akan baik-baik saja? Kau sedang mempelajari Pedang Bunga Salju Dua Belas Gerakan.” –ucap Isong Baek
“I- Itu, tapi …….” –balas Dop Sok
Saje menggaruk bagian belakang kepala mereka.
“Setelah melihat Sahyung dan pertandingan Naga Gunung Hua …… Kurasa Pedang Bunga Salju Dua Belas Gerakan bukan satu-satunya jawaban yang tepat.” –ucap Dop Sok
“… Begitu.” –ucap Isong Baek
Isong Baek menoleh dan melihat ke mana mereka pergi.
Shaolin cukup jauh sekarang.
Dia ada di sana.
‘Chung Myung Dojang.’ –batin Isong Baek
Chung Myung membuka jalannya. Dan mungkin, melalui pertandingan melawannya, dia juga membuka jalan bagi Sekte Ujung Selatan.
Dia tidak tahu apakah Chung Myung bermaksud untuk melakukan itu atau tidak, tapi …….
‘Kita akan bertemu lagi suatu hari nanti.’ –batin Isong Baek
Lalu.
Isong Baek akan membalas budi yang telah diterimanya.
Isong Baek, yang telah menatap tempat itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk beberapa saat, menoleh lagi dan melihat ke depan.
Tatapannya tak tergoyahkan.
“Ayo pergi. Ada banyak hal yang harus dilakukan ketika kita kembali ke Sekte Ujung Selatan.” –ucap Isong Baek
“Iya! Sahyung.” –balas Dop Sok